Kamu tanya padaku sebening apakah cinta
embun tersentak
jatuh
membayangkan dirinya mengambang di indah matamu
Kamu tanya padaku sewangi apakah cinta
mawar pun gugur seperti hujan
tanggal
di tengkuk lehermu mereka mengabdi
Kamu tanya padaku seindah apakah cinta
pelangi terdiam
bulan tersipu
bintang terpejam
malam kita bersama mengalahkan mereka
Pagi, Sayaaangku.
Maaf, aku tidak di sampingmu ketika kamu bangun pagi ini. Aku berangkat lebih dulu. Ada rapat penting.
Sarapan di atas meja dapur. Secangkir kopi dan setangkup roti.
Semoga kamu bangun sebelum kopimu dingin. Kalau tidak, terpaksa kamu harus menyiapkan kopimu sendiri. Kamu, kan, tidak suka kopi yang dingin.
Harusnya pesan ini singkat, tapi aku masih belum beranjak. Karena tiba-tiba aku mendengar kamu mengigau.
“Sayaaangku, kamu dimana?”
Ah, aku tersenyum. Apa di mimpimu aku menghilang lagi? Inginnya aku menciummu sampai kamu terbangun. Menceritakan tentang igauanmu tadi dan menjawab dengan lantang bahwa aku ada di sini, di sampingmu. Tapi, jangan. Bisa-bisa aku terlambat. Membiarkanmu melihatku ketika kamu terbangun adalah bencana. Kamu akan menarikku kembali ke pelukan dan aku akan tergoda untuk tidak memberontak atau berusaha melepaskan diri. Bahaya.
Baiklah, aku berangkat. Benar-benar berangkat.
Doakan aku sukses hari ini. Aku ingin membuatmu bangga.
Peluk cium,
Aku