Aku sedang asyik menonton televisi ketika mendengar Rasti berteriak dari kamar sebelah.
“Iiiiiihh…”
“Jangan dekat-dekat! “
“Pergi kamu dari sini!”
Aku kaget. Apa yang terjadi dengan Rasti? Rasti, tetangga kamarku di rumah kost ini tidak biasanya membuat keributan. Jangankan membuat keributan, aku tidak pernah mendengar suara musik atau suara televisi dari kamarnya. Aku bahkan belum pernah mendengar ia berbicara. Kami hanya tersenyum jika kebetulan bertemu muka. Aku dan penghuni kost yang lain tidak mau membuat kesan sok akrab. Sebaliknya, Rasti pun tidak berusaha mendekatkan diri dengan kami.
Bagi kami, sikap Rasti terasa ganjil. Rasti lebih sering mengurung diri di dalam kamar. Seringnya, ia keluar di malam hari. Ketika aku sudah bersiap-siap tidur. Persis seperti saat ini. Aku sudah bersiap-siap tidur lalu tiba-tiba Rasti membuat keributan.
Apa yang sedang terjadi? Apa Rasti sedang dalam bahaya?
“Berhenti! Jangan mendekat!”
Suara Rasti terdengar lagi. Kali ini diiringi dengan suara ayunan benda-benda. Seperti sandal atau sepatu yang dilemparkan ke arah sesuatu. Atau seseorang?
“Aaahh.. Pergi! Pergi! Pergi!”
Penasaran. Aku memutuskan untuk mencari tahu apa yang terjadi. Meskipun Rasti adalah orang yang tidak suka bersosialiasi, tetapi aku turut mengkhawatirkannya. Tinggal di rumah kost artinya jauh dari keluarga. Sudah seharusnya kami saling menjaga. Aku mengecilkan suara televisi lalu bergegas keluar. Di luar aku bertemu Rino, Bayu dan Astari.
“Rasti?” tanyaku memastikan tujuan mereka. Mereka mengangguk mengiyakan.
“Merasa terganggu atau penasaran?”
“Penasaran.”
Sudah kuduga. Bukan hanya aku yang dibuat penasaran. Segera saja kami mendatangi kamar Rasti.
Tok tok tok
Rasti membuka pintu. Ia terkejut melihat kami yang tiba-tiba datang mengerubungi kamarnya. Sepertinya ia menyadari apa yang membuat kami ada di sana karena Rasti langsung meminta maaf.
“Mm.. Sorry ya. Hehehe..” Rasti terkekeh, berusaha menutupi rasa malunya karena telah membuat keributan.
“Ada siapa di dalam? Apa yang sedang kamu lakukan malam-malam begini?” tanyaku.
“Nggak ada siapa-siapa. Mm.. Itu.. A..aku sedang berburu..” ia menggaruk pelan kepalanya yang tidak gatal. Kami serentak menaikkan alis sebagai tanda bahwa kami tidak memahami maksudnya. Berburu? Malam-malam begini?
“Mm.. Anu.. A..ada kecoak yang tiba-tiba muncul dari bawah lemari.”
-selesai-
[words: 333 | tulisan ini untuk beranicerita.com]
Dipaksa buat nge-twist cuma pake kecoa? Hehehe, lucu tapi kurang klop awal ama akhirnya… 😉
Hehe.. Sejak awal, mau bikin cerita yang ‘oo., ternyata kecoak’. Tapi tampaknya eksekusi di bagian awalnya kurang pas. Btw, makasii kunjungannya dan komennya tentu saja. 🙂
berburu kecoa yak,,,,, ikutan donk… 😀
Ayookk. BAnyak nih di kamarnya Rasti. :)))
siapkan senjata…. 😀
lucu..lucu 😀
wiw,jd pengen ikutan games berani cerita juga 🙂
hallo mbak’e,how are u??lama tak jumpa qt 😀
IKUUUTTTTTT! Harus. 😀
Yuk, kapan makan bareng tim Bojongminggir?
fiuh, akhirnya manda ikutan mb.hehe 😀
hu’um nih..kagak jadi2 makan2nya 😦
si Rasti kaya saya, mbak. Tapi saya ga suka berburu kecoak 😆
Aku juga benci kecoak. 😐
oooo… kecoa toh 🙂
Iyaaa., ternyata kecoak. :)))
eh kirain dia lagi latihan akting hehe
eh samaan, aku pikir jg lg latian akting hihihihi
Wow, istilahnya double combo. Hmm.. Bisa jadi ide untuk FF yang lain nih. “Ternyata akting”. 😀
Hahaha… Meski endingnya kurang nampol, tapi saya selalu mendukung Gerakan Pembasmi Kecoa..
Aku suka cerita paruh awal, kirain si Rasti sedang berantem ada Eza Gionino.. #ehh
Korban infotainment nih. :))
kecoa.. errr.. 😐
errr… 😀
geliiii… kecoa emang bikin heboh serumah, hihi.. Nice post mbak! 🙂
Aakkk. MAkasii, Tami. :))
nggak suka kecoak 🙂
Aku jugaaa.. Tapi demi twisted ending, terpaksa suka. :))