Kolavorasi Rahasia

(1)

Kamu mampu menyulam bahasa menjadi puisi yang semua orang memujanya. Kamu mampu merajut asa menjadi cinta yang semua orang rela mengemis untuk merasakannya. Kamu mampu membalikkan luka menjadi mahkota yang semua orang memperebutkannya.

Sementara itu, aku membariskan aksara yang hanya kamu saja yang dapat membacanya.  Menyusun cerita yang hanya kamu saja yang dapat memahaminya. Menyatukan keping- keping kenangan yang hanya kamu saja yang dapat mengingatnya.

Duniaku seolah tiada guna. Dan duniamu adalah segalanya. Entah kapan aku tak ada, kamu tiada, tinggal kita, dalam satu bahasa saja. Cinta.

(2)
Kamu telah membuahkan asa, dengan mengangkatku dari ketiadaan melalui sakralnya pengakuan. Pengakuan mengenai hal-hal yang sulit aku terima ketika dulu hidupku hanya berisi kata-kata tanpa tindakan nyata. Tindakan nyata yang bagi sebagian orang adalah pekerjaan sia-sia; mencintai dengan apa adanya.

Kamu berhak memanen cinta, dari bibit rindu yang kausemai dan aku pelihara. Nanti, ketika semesta bekerja sama memberi musim yang wajahnya tidak lagi masam. Atau ketika pelangi datang tanpa adanya ujian berupa hujan.

Aku berharap kamu menunggu, pada ujung jalan setapak yang kulalui dengan bimbingan doamu yang lentera. Terang seperti kunang-kunang yang cahayanya aku lihat sebagai senyuman; senyumanmu adalah cahaya. Aku menikmati selangkah demi selangkah menuju kebahagiaan, ringan namun tajam menghunjam dada.

(3)
Kamu pencipta bait-bait indah yang aku baca sebagai puisi rindu, sementara aku hanyalah seniman liar yang sedang mengais asa. Goresan penamu ibarat senja bertahtakan pelangi, sementara aku adalah pemulung aksara yang sedang birahi. Kepada siapa cintamu kauberi, aku ingin tahu. Meski kamu takkan mau tahu kepada siapa nikmat mengamatimu akan kubagi. Aku memiliki rindu yang tak sulit dimengerti, kamu hanya perlu menjadi jawaban atas pertanyaan kepada siapa peluk ini harus kubagi.

Kamu adalah pemilik kata-kata sederhana, bagiku yang bosan dengan rumitnya dunia. Aku hendak pulang, ke kenyamanan puisi yang paling. Aku tak boleh ragu. Karena keyakinan inilah yang membuatku rela menunggu, suatu hari semesta akan mengembalikanmu kepadaku.

Aku menjagamu dari kejauhan. Ditemani doa-doa yang sewaktu-waktu mengunjungi Tuhan. Semoga hidupmu penuh warna, sehingga aku bisa berbahagia karena menganggap diri sebagai pelukis rasa yang transenden. Meski sebenarnya, kamu adalah pencipta cinta yang memahami kata-kata, sementara aku pemuja rahasia yang baru belajar mengeja.

*

 

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s