AIRMATA BUAYA
Ini hari ketiga aku menunggu sejak diusir dari rumahnya minggu lalu. Pada kaca jendela yang tirainya berwarna gelap, kuperhatikan penampilanku sekali lagi. Kemeja lengan panjang dan celana longgar. Kulit di sekitar lengan dan pahaku belum boleh dilihat orang.
“Aku tak tahu apa aku bisa memaafkanmu.” Suaranya mengagetkan.
“Maafkan aku.” Aku memperdengarkan isak dengan sengaja. “Setelah ini, kita liburan ke kampung halamanmu.” Isakku menjadi tangis. Airmata bukan tanda kelemahan bagiku. Terpenting, dia memaafkan kesalahanku: untuk kesekian kali menolak diajak bertemu orangtuanya.
“Ini kesempatan terakhirmu.”
“Aku janji.”
Dia tersenyum. Aku pergi, kembali ke rawa untuk, lagi-lagi, berpamitan dengan kawan-kawan bersisikku di sana.
***
NB: #NulisRandom2015 hari ke-7 memang berencana untuk membuat FF 100 kata dari sebuah fiksimini. Maka setelah stalking akun @fiksimini, pilihan jatuh pada yang berikut ini:
@sibangor: AIRMATA BUAYA – Setelah dimaafkan kekasihnya, lelaki itu terkekeh sambil masuk ke dalam rawa.
Daaannn.. Tulisan ini adalah tulisan #NulisRandom2015 kesekian yang terlambat di-posting. Atuhlah. Yang penting happy.