Dear, Para Pembaca. Apa Buku Terbaik yang Kalian Baca Tahun Ini?

*

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Dari enam puluh buku yang saya baca di tahun 2016, ada lebih dari empat puluh yang saya suka. Lumayan, ya. Tidak terlalu membuang-buang waktu. Tapi apakah buku yang saya suka akan saya baca ulang? Belum tentu. Hehe.. Dan berikut ini adalah sembilan dari sekian yang mungkin akan saya baca ulang (diurutkan berdasarkan yang lebih dulu dibaca).

1. 86 (Okky madasari)
Kalian PNS? Atau penasaran korupsinya PNS itu seperti apa? Atau, pengin tahu bagaimana PNS yang seharusnya melayani masyarakat malah memeras masyarakat? Well, 86 menceritakan kelakuan PNS yang seorang juru ketik di lingkungan pengadilan negeri. Juru ketik! Seting waktunya tahun 2004 (kalau nggak salah) dan semogaaaaaa  di tahun-tahun belakangan ini tidak ada lagi yang seperti itu. Ada yang bisa mengonfirmasi?

2. Pangeran Cilik ( Antoine de Saint-Exupéry)
Pangeran Cilik jelas tidak cukup sekali baca, karena saya merasa novel ini memiliki beragam makna. Entahlah, yang jelas masih ada rasa penasaran meski sudah baca sampai habis.

3. Matilda (Roald Dahl)
Matilda adalah novel paling menyenangkan yang saya baca tahun ini. 😀 Utamanya karena Matilda diceritakan sebagai anak kecil yang suka banget baca. Masa di usia lima tahun, Matilda sudah baca novel karya penulis besar seperti Charlotte Bronte, H.G. Wells, Jane Austen, John Steinback, Charles Dickens, Graham Greene, C.S. Lewis, dll. Bikin iri! Sampai sekarang, saya bahkan belum pernah baca karya Jane Austen dan Charles Dickens. Haha..

4. The Bell Jar (Sylvia Plath)
Karena hidup harus seimbang, maka setelah membaca yang menyenangkan, saya dibawa ke dunia depresinya Sylvia Plath. Ada yang bilang bahwa The Bell Jar ini semacam memoar, jadi berdasar kisah nyata penulisnya. Dengan kata lain, Sylvia Plath sedang bercerita tentang dirinya sendiri. Beliau berusaha bunuh diri karena merasa nggak ada yang paham dengan dirinya. Dibanding ceritanya, gaya bertuturnyalah yang bikin novel ini terasa benar-benar suram. :/

5. Chronicle of A Death Foretold (Gabriel Garcia Marquez)
Sama seperti Kenangan Perempuan Penghibur yang Melankolis karya penulis yang sama, saya juga suka Chronicle of A Death Foretold. Bagi sebagian orang, mungkin cara bertutur Gabo agak datar dan membosankan, ya. Tapi entah kenapa saya betah aja baca sampai selesai. Apalagi novel ini sangat mengingatkan saya akan Lelaki Harimau (Eka Kurniawan) yang juga saya nikmati. Btw, sampai sekarang, saya masih penasaran adakah artikel yang membahas Lelaki Harimau dengan Chronicle of A Death Foretold dari segi penyajian. Diawali dengan kasus lalu pelan-pelan flashback ke belakang. Serupa.

6. Di Tanah Lada ( Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie)
Sudah baca beberapa novel karya pemenang sayembara novel DKJ, dan kesimpulan saya seragam: kurang sesuai selera. Tapi terlalu banyak orang yang bahas Di Tanah Lada dan ini sulit diabaikan. Lemah. Akhirnya baca dan ternyata…suka! ❤ Penggunaan sudut pandang anak kecilnya sih yang bikin menarik. Cara si anak kecil memandang hidup itu lho. Tua banget. Tapi gimana, ya. Keren lah.

7. Bumi Manusia (Pramoedya Ananta Toer)
Setelah sekian lama punya bukunya dan merasa belum pantas baca novel ini, AKHIRNYA SAYA MEMBERANIKAN DIRI BACA BUMI MANUSIA. *sujud* Entahlah, untuk beberapa karya besar saya sering merasa belum pantas (membacanya). Selalu ada alasan untuk tidak menyediakan waktu, selalu ada alasan untuk memilih buku lainnya. Dan perasaan tidak pantas itu seringnya terbukti. Bumi Manusia memang sekeren itu dan sangat wajib dibaca oleh semua orang.

8. Chairil: Sebuah Biografi (Hasan Aspahani)
Biografi Chairil Anwar ini kalau dijadikan film dokumenter akan keren banget. Penasaran dengan tempat-tempat yang akan menjadi latar terutama karena sempat mendatangi langsung tempat-tempat tersebut ketika ikut #ChairilAnwarWalk bareng Jakarta Good Guide dan Gagasmedia. Kalau terkait Chairil sendiri tak usah diragukan lah ya. Melalui puisi, Chairil memainkan peran yang cukup besar dalam kebahasaan di Indonesia. Yang concern dengan(perkembangan) Bahasa Indonesia, harus baca Chairil.

9. Raden Mandasia Si Pencuri Daging Sapi (Yusi Avianto Pareanom)
Raden Mandasia ini rada lain dari yang lain. Saya belum banyak baca buku tentang kerajaan atau dunia persilatan/peperangan. Paling jauh, Mahabharata (Nyoman S. Pendit). Jadi mau nggak mau, bayangan saya ketika membaca Raden Mandasia ya seperti epos Mahabharata itu. Kalau film, saya visulisasikan seperti Pendekar Tongkat Emas. Bagus. Yang paling menarik dari Raden Mandasia adalah potret masa sekarang yang dimasukkan ke dalam cerita. Jatuhnya jadi satir. Satir yang keren banget.

*

Sayang banget baca Raden Mandasia di tahun yang sama dengan baca Bumi Manusia, karena best read 2016 jatuh pada Bumi Manusia. Menang tipis dari Raden Mandasia. 😀

Kalau kalian, apa nih best read 2016-nya? Share, dong. Lalu menangkan kesempatan untuk mendapatkan buku-buku di (foto di) atas. Iya, ini semacam giveaway.

***

Lima Hal yang Membuat Saya Rindu Malang

Ada beberapa kegiatan lapangan yang membuka kesempatan bagi para pegawai di tempat saya bekerja untuk bepergian ke kota-kota di Indonesia. Saya termasuk yang pernah mendapat kesempatan semacam itu. Setelah pekerjaan selesai dan memang masih ada waktu sebelum kembali ke Jakarta, mengapa tidak menikmati sejenak suasana kota(-kota) tersebut?

Pada suatu hari, urusan pekerjaan membawa saya ke Malang. Ini bukan kali pertama saya mengunjungi Malang karena dulu, saya pernah singgah di sini sebelum melanjutkan perjalanan  ke Bromo pada malam harinya. Siang hari waktu itu saya habiskan untuk berwisata kuliner di dalam kota dan memetik apel di sebuah lokasi agrowisata. Itu terjadi bertahun-tahun yang lalu. Sedangkan yang saya tuliskan berikut ini merupakan catatan kecil mengenai kali kedua saya mengunjungi Malang beberapa waktu lalu. Dengan waktu yang singkat, saya berusaha memaksimalkan pengalaman dengan mengunjungi beberapa tempat esensial di kota Malang. Apa saja tempat yang saya maksud? Yuk, simak.

1. D’Fresh Guest House
Karena kali itu saya ke Malang dengan alasan pekerjaan, maka saya memilih tempat menginap yang dekat lokasi kegiatan. Pilihan saya jatuh ke D’Fresh Guest House yang terletak di Jl. Candi Trowulan No. 12, hanya lima menit dari lokasi kegiatan bila menggunakan motor. Guest house ini menyenangkan. Asri karena ada taman kecil di lantai satu dilengkapi dengan kursi kayu untuk duduk-duduk santai. Di sebelah taman tersebut, menyatu dengan lobi, ada restoran/coffee shop yang buka 24 jam. Penting, nih. Pertolongan pertama pada kelaparan. Dengan fasilitas selengkap ini, D’Fresh Guest House bisa jadi tempat yang pas untuk sekadar staycation. Oya, di lantai teratas tempat ini, ada sky garden resto yang di waktu-waktu tertentu ada live music juga.

D'Fresh Guest House

img_3049

D'fresh guest house wall

D'Fresh Guest House Resto

2. Java Dancer Coffee
Wisata kota yang asyik tentu saja yang terkait kuliner. Setelah browsing dengan kata kunci ‘best coffeeshops in Malang’, muncul nama Java Dancer Coffee di urutan pertama. Sesuai namanya, warung kopi yang terletak di Jl. Kahuripan No. 12 ini bernuansa Jawa banget, terutama karena banyak menyertakan tokoh-tokoh pewayangan sebagai ornamen. Meski bernuansa tradisional, tempat ini memiliki pilihan menu makanan internasional seperti piza dan pasta. Kalau menu kopi, ya, jangan ditanya. Biji kopi kualitas terbaik dari berbagai wilayah di Indonesia dengan beragam pilihan cara penyajian akan memuaskan para pencinta kopi. Adapun yang perlu diantisipasi adalah kemungkinan tidak mendapatkan kursi kosong di jam-jam tertentu karena memang Java Dancer Coffee merupakan salah satu tempat nongkrong yang hits di Malang.

Java Dancer

Java Dancer

3. Vosco Coffee
Masih terkait best coffeeshops in Malang, muncul juga nama Vosco di hasil pencarian. Kebetulan letaknya sangat dekat dengan D’Fresh Guest House, jadi sebelum balik ke hotel, mampir dulu sejenak untuk mencoba piccolo latte. Kalau tidak mempertimbangkan harus berangkat ke bandara esok paginya, saya akan duduk di sana lebih lama karena tempat yang memang nyaman, berdekorasi vintage dengan barang-barang tua yang jadi pajangan, nasi goreng yang enak, pun piccolo latte-nya.

piccolo latte vosco

4. Alun-alun Malang
Ini tempat yang wajib banget dikunjungi di kota Malang apalagi dengan penampilan barunya yang lebih segar. Alun-alun Malang terasa playful dengan warna warni ceria di beberapa titik, gambar tokoh-tokoh superhero yang bisa jadi latar swafoto, juga air mancur yang menari ketika malam persis di tengah alun-alun. Di sekelilingnya juga lengkap dengan berbagai fasilitas seperti Masjid Jami yang merupakan kebanggaan orang Malang, pusat pertokoan, serta restoran/pusat jajanan yang layak dicoba. Alun-alun Malang ini bisa jadi tempat favorit untuk duduk-duduk bodo sepanjang sore sampai malam.

alun alun malang

masjid jami malang

fullsizerender-2

alun alun malang

5. Toko Oen
Kalau sudah sampai di Alun-alun Malang, maka jangan sampai melewatkan  menikmati es krim jadul di Toko Oen yang terletak sangat dekat dengan Alun-alun Malang. Hanya lima menit berjalan kaki maka kita akan sampai di bangunan tua bertuliskan Toko “OEN” berwarna hijau. Bagian dalam bangunan Toko Oen bernuansa jadul dengan langit-langit tinggi dan kursi rotan yang rendah mengelilingi meja bundar bertaplak meja kotak-kotak. Selain es krim, Toko Oen juga menyediakan pilihan menu makanan, tapi saya datang ke sana untuk es krimnya maka saya memilih untuk memesan banana split dan Oen’s special. Tidak jauh berbeda dengan es krim jadul lainnya seperti Ragusa di Jakarta Pusat, es krim di sini juga segar, tidak terlalu halus, dan tidak terlalu manis. Dua menu es krim tadi sesuai dengan selera saya. Jangan lupa mencobanya jika kalian datang ke sini, ya!

toko oen

banana split toko oen

oen's special toko oen

__

Nah, itu tadi lima hal yang bikin saya pengin balik ke Malang. Tentu saja kunjungan saya berikutnya harus lebih lama agar bisa mengunjungi tempat-tempat asyik lainnya. Kalau kalian berencana ke Malang, dari lima hal di atas, Java Dancer Coffee, Alun-alun Malang, dan Toko Oen adalah yang paling tidak boleh dilewatkan.

WELKOM IN MALANG!

***

Cara Efektif Menarik Pembaca Novel Melalui Kalimat Pertama

“An opening line should invite the reader to begin the story. It should say: Listen. Come in here. You want to know about this.” — Stephen King

Mengapa kalimat pertama (sebuah novel) menjadi sesuatu yang penting saya pikir sejalan dengan mengapa seseorang berharap dapat memberikan kesan pertama yang baik dan membuat lawan bicara setidaknya betah mendengarkan kita hingga pertemuan berakhir. Sebagaimana kutipan di atas, bahwa kalimat pertama yang baik harus seolah-olah berkata, “Dengar. Mendekatlah. Kamu harus tahu cerita ini.” Lalu pembaca akan duduk dan dengan tekun membaca hingga halaman terakhir.

Yang lebih baik daripada kesan pertama yang ‘baik’ (baik adalah kata yang terlalu datar dan terlalu umum) adalah kesan pertama yang menarik dan menimbulkan rasa penasaran, sehingga mereka tetap berada di sana untuk menuntaskanrasa penasaran tersebut.

Penasaran.

Kalau saya boleh merangkum semua teori mengenai bagaimana menulis kalimat pertama yang baik, maka jawabannya adalah kalimat yang membuat penasaran. Nah, persoalan berikutnya adalah bagaimana memantik rasa penasaran seseorang akan keseluruhan novel melalui kalimat pertama?

Rasa penasaran sama halnya dengan rasa takut, bahagia, bangga, dan sebagainya bisa menjadi pengalaman yang sangat berbeda antara orang yang satu dengan yang lain. Seseorang bisa bangga karena berhasil meraih gelar sarjana sementara orang lain yang sudah meraih gelar master merasa biasa saja bahkanbaru akan bangga ketika berhasil meraih gelar doktor. Ada juga yang berbahagia karena mendapat kado berupa liburan ke luar negeri, sementara di sisi lain ada yang berbahagia hanya karena berhasil menemukan buku incaran di toko buku-bekas langganan. Begitulah, masing-masing orang memiliki standar yang berbeda untuk hal-hal yang berhasil atau tidak berhasil membuat mereka penasaran.

Setelah tips menulis kalimat pertama yang dulu pernah saya tulis, berikut ini, saya punya beberapa jenis kalimat pertama lainnya yang mungkin bisa membuat pembaca penasaran. Coba cek, kalian termasuk tipe pembaca yang penasaran karena jenis yang mana. 😀

1. Pertanyaan
Pertanyaan merupakan wujud dari rasa penasaran. Kalau pertanyaannya tepat, maka pertanyaan tersebut akan mewakili banyak sekali (rasa penasaran) pembaca. Yang marak di novel roman adalah pertanyaan perihal rasa sakit seperti kalimat pertama berikut ini.

“Apa kau pernah merasakan sakit yang teramat saat kehilangan seseorang?” –Nyanyian Di Bawah Hujan (Risma Ridha Anissa)

2. Realita yang di luar kebiasaan/logika antimainstream
Salah satu teori dalam membuat sebuah cerita adalah story spine. Berdasarkan teori tersebut, sebuah cerita dimulai dengan penjelasan mengenai sebuah rutinitas, lalu pada suatu hari ada kejadian di luar rutinitas, dilanjutkan dengan akibat-akibat  dari kejadian unik tersebut hingga cerita mencapai konflik, terakhir penyelesaian.

Kalimat pertama yang membuat saya penasaran adalah kalimat pertama yang menggunakan gaya bagian kedua dari story spine, adanya sebuah kejadian yang tidak biasa. Kalimat pertama semacam ini akan membuat saya bertanya, “Kok bisa?” atau “Kenapa?” dan saya melanjutkan membaca untuk menemukan jawabannya.

Contohnya, tokoh Santiago dalam novel The Old Man and the Sea karya Ernest Hemingway. Seorang nelayan yang pekerjaannya mencari ikan, tidak mendapatkan ikan padahal sudah berada di laut selama 84 hari. Kok bisa?

“He was an old man who fished alone in a skiff in the Gulf Stream and he had gone eighty-four days now without taking a fish.”

3. Deskripsi/visualisasi yang menarik
Lupakan deskripsi yang datar dan terlalu umum. Cari kejadian yang unik lalu gunakan kalimat yang  menarik, lucu, heboh, atau kontroversial.

“Di sebuah pagi yang merangsang, Arjuna bertolak pinggang.” –Arjuna Mencari Cinta (Yudhistira Massardi)

Siapa yang bisa menolak kata ‘merangsang’?

4. Karakter tokoh yang eksentrik
Tokoh/karakter merupakan salah satu daya tarik dalam sebuah novel, terbukti dengan banyaknya novel yang diberi judul sama dengan nama tokoh utamanya. Tetapi penulis tidak harus menggunakan nama tokoh sebagai judul novel untuk membuat pembaca fokus pada satu orang. Cukup ceritakan karakter si tokoh utama di awal novel, dengan deskripsi yang tidak biasa. Di contoh berikut, (karena keinginannya untuk mati) Tsukuru Tazaki langsung menarik perhatian saya.

From July of his sophomore year in college until the following January, all Tsukuru Tazaki could think about was dying.” — Colorless Tsukuru Tazaki and His Years of Pilgrimage (Haruki Murakami)

5. Kejadian sehari-hari yang bisa membuat orang relate
Menjalankan hidup sebagai manusia adalah pekerjaan sehari-hari, tetapi apakah itu berarti menjadi manusia adalah sesuatu yang mudah? Memangnya masih ada sifat-sifat kemanusiaandalam diri kita? Fenomena tersebut menjadi kegelisahan tokoh O di novel terbaru Eka Kurniawan yang berjudul O.

“‘Enggak gampang jadi manusia,’ pikir O, mengenang semua keributan itu.”

Contoh lain, ironi pada kalimat pertama novel Grotesque karya Natsuo Kirino. Ironi dalam kalimat tersebut sangat berpotensi membuat banyak pembaca merasa relate karena pembaca sama-sama tidak/belum punya anak, misalnya .

“Setiap kali bertemu laki-laki, aku selalu mendapati diriku berkhayal tentang tampang anak kami seandainya kami memiliki anak.”

*

Tentu saja sebuah novel tidak dapat dipastikan akan disukai atau tidak hanya dari kalimat pertamanya saja. Cerita novel itu sendiri harus kuat dan itulah pekerjaan si penulis yang sebenarnya. Selain itu, kalimat pertama yang baik tidak hanya berefek positif bagi pembaca tetapi juga penting untuk penulis itu sendiri. Kalimat pertama adalah pintu, jalan untuk membuka cerita. Ketika penulis telah menemukan kalimat pertama yang tepat, maka proses selanjutnya akan menjadi terasa mudah.

***

*) Kalimat pertama dari berbagai novel yang saya gunakan di atas berasal dari peserta #GAKalimatPertama yang saya adakan di sini. Bagi yang kalimat pertamanya saya gunakan, artinya berhasil mendapatkan paket buku yang saya sediakan. Selamat!