To the point saja:
Of Love and Other Demons – Gabriel Garcia Marquez. Dari yang awalnya dipaksa untuk percaya bahwa bebas penyakit mematikan disebabkan oleh kerasukan iblis, pembaca sedikit demi sedikit diberi sudut pandang Sierva Maria yang dituduh kerasukan itu. Selain soal kepercayaan kuno (baca: mistis), kemajuan keilmuan, masifnya sebaran agama dan kekuatan gereja, kita sekali lagi diingatkan tentang penghakiman. Bahwa ketika menilai sesuatu, kita cuma melihat sebagian dari kebenaran. Bijaklah?
The Silver Linings Playbook – Matthew Quick. “Kita semua butuh teman, Pat.” Demikian kutipan yang paling membekas. Menjadi Pat merupakan pengalaman soal kesepian. Apa yang ada di kepala kita tak dapat ditangkap dengan tepat oleh orang lain. Dalam kasus Pat, ada pengaruh kondisi psikologis. Jadi, siapa yang salah? Overall, The Silver Linings Playbook bisa masuk kategori yang sama dengan Normal People dan The Perks of Being A Wallflower. Beda usia karakter utama, tapi topiknya sama, aftertaste-nya juga sama. Sedih. (baca Normal People di sini)
Di Kaki Bukit Cibalak – Ahmad Tohari. Setelah sekian lama masuk daftar TBR, akhirnya kesampaian berkenalan dengan karya Ahmad Tohari. Tahun 2024 saya juga baca Kubah. Sama bagusnya, tetapi karena Di Kaki Bukit Cibalak menjadi novel beliau yang pertama kali saya baca, maka novel ini punya kesan tersendiri. Sebagaimana penulis era ‘jadul’, gaya tulisan beliau memang menimbulkan kesan klasik yaitu sederhana, lugas, down to earth (?). Demikian juga dengan pesan yang disampaikan. Everlasting.
“Masa muda ku kelana bersuka-suka,
Masa paruh ku khayal temukan harta,
Masa senja ku jelma jadi pertapa.”
-p.212 (To Live – Yu Hua)
To Live – Yu Hua. Sesuai kutipan di atas, Fugui yang di masa muda jatuh miskin karena judi, akhirnya sadar akan arti hidup. Setelah segala kemalangan hidup tak henti datang, semakin tua Fugui, semakin ia bijak. Menurut catatan penulis di bagian akhir, “To Live menulis tentang kemampuan manusia menahan penderitaan dan kesulitan. … Manusia hidup sesungguhnya adalah demi hidup itu sendiri, dan manusia bukan hidup demi hal-hal lain di luar hidup.” Iya, novel ini isinya penderitaan demi penderitaan demi penderitaan demi penderitaan.
Tutur Dedes – Amalia Yunus. Kisah Dedes di sini sebagian besarnya fiksi. Dibangun oleh penulis berdasarkan sedikit sekali catatan sejarah yang ia dapatkan. Jadi, mungkin sosok Dedes di sini akan berbeda dengan yang selama ini kita kenal. Secara keseluruhan, novel ini sangat refreshing. Vibes kerajaannya dapet banget. Deskripsinya sungguh cinematic. Ceritanya pun komplet, sejak Ken Dedes lahir sampai beliau meninggal. Alur rapi, kalimat terjalin indah. Bagi saya, novel ini page turner. Kalau suka Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi, sangat mungkin kalian juga bisa menikmati Tutur Dedes.
Anjing Mengeong, Kucing Menggonggong – Eka Kurniawan. Novel pendek soal pembangkangan Sato Reang yang sangat khas remaja. Termasuk dalam laku tersebut yaitu cara-cara Sato Reang mencoba berbagai nilai sebelum menetapkan mana yang akan jadi pegangan hidup. Kisah Sato Reang sangat sejalan dengan situasi Holden di The Catcher In The Rye, jadi ayo rayakan keduanya.
Bukan Pengikutmu yang Sempurna – Annisa Ihsani. Saya baca buku ini nggak lama setelah baca Educated (Tara Westover). Dan pada dasarnya, kedua novel tersebut membawa isu yang serupa. Pemikiran/doktrin yang sangat sempit dari generasi tua yangn bikin generasi muda menjadi merasa terpenjara. Tinggal tunggu trigger-nya sampai si tokoh utama dari generasi muda ini menjadi pemberontak. Seru.
My Crazy Feminist Girlfriend – Min Ji-hyoung. Novel ini masuk kategori novel penting yang wajib dibaca oleh generasi sekarang. Semakin berkembangnya arus informasi melalui media sosial, kesadaran kita akan isu sosial juga semakin meningkat. Dalam hal ini, isu feminisme. My Crazy Feminist Girlfriend menjadi bacaan yang lucu karena ‘berkampanye’ soal feminisme memakai sudut pandang (tokoh utama) laki-laki patriarki. Pembaca perempuan yang sudah terpapar feminisme, sangat mungkin akan tertawa membaca isi pikiran tokoh utama. Privilese yang tidak ia sadari merupakan privilese. Simpulannya, novel ini harusnya jadi bacaan wajib laki-laki.
Heaven – Mieko Kawakami. Novel ini terdiri dari seratus persen keputusasaan. Pastikan suasana hati sedang kondusif sebelum membaca Heaven. Yes, it’s triggering.
As Long As The Lemon Trees Grow – Zoulfa Katouh. “At this point, Salama, all you can hope for is survival. Not happiness.” Kutipan dari halaman 160 tersebut sudah cukup menggambarkan vibes keseluruhan buku. Seting masa perang, dan cerita difokuskan pada satu dua tokoh yang dengan gigih berjuang untuk menemukan kondisi hidup yang lebih baik. Baca buku ini mengingatkan saya dengan All the Lights We Cannot See (Anthony Doerr). Jika kamu menikmati membaca yang satu, maka sangat mungkin kamu juga akan menyukai mambaca yang lain.
Honorable Mention:
Your name. (Shinkai Makoto) dan Akar (Dee Lestari). Saya membaca Your name. setelah berkali-kali menonton animenya, dan membaca Akar untuk kedua kalinya.
Saya baru menyadari betapa asyiknya membaca novel Your name. setelah menonton animenya. Narasi di novel menguatkan karakterisasi tokoh utamanya melalui berbagai deskripsi isi kepala yang tidak difasilitasi di versi anime. Setelah membaca novelnya, tonton lagi filmnya. Sensasinya sungguh wow. Membaca lagi Akar, menjadi reminder bahwa jarang sekali kita bisa menemukan novel pendek tapi powerful seperti Akar. Salah satu novel (atau series – Supernova) yang sayang untuk dilewatkan, sekaligus sangat sepadan untuk dibaca berulang kali.
*
Feel free untuk berbagi judul buku favorit kalian di kolom komentar, atau simply mengomentari daftar buku di atas.