Apa Kabar, Norman Erikson Pasaribu?

Ketika saya berbicara kepada kau, sebenarnya kata-kata yang terucap tidak sepenuhnya berasal dari hasil pemikiran sendiri. Terkadang saya mengutip kalimat-kalimat bagus—yang saya dengar atau baca—yang sekiranya tepat untuk menggambarkan apa yang ingin saya sampaikan. Salah satunya adalah ketika kita berbicara tentang mengganti seprai dan sarung bantal karena kau sedang lelah, atau merasa bersalah, atau entahlah. Lalu saya bilang, “Apakah kau tak tahu bahwa kau sebetulnya tidak kasar? Kau hanya kesepian.”

Kalimat itu bukan seratus persen ciptaan saya. Saya hanya terinspirasi dari salah satu dialog di film Hitch yaitu, “Casey, you’re not sick. You’re single.”

Jangan takut, menjadi orang yang kasar tidaklah menyedihkan. Orang kesepianlah yang pantas bersedih. Kasihan sekali, sudah kesepian, bersedih pula. Mungkin itu yang membuat kau mengkhayalkan yang tidak-tidak—kalau saya tidak boleh menyebut kata ‘sia-sia’. Kau senantiasa berhalusinasi mengenai seorang pria yang kaubilang mirip Murakami. Dia tampak sedang menunggu seseorang, lalu kau menginginkannya, lalu ia tak kunjung muncul dalam waktu lama. Sehingga kau meninggalkan pesan untuk pria Murakami itu yang berbunyi: “Dan aku akan terus menunggu dalam keadaan hanya kamu yang tahu berapa lama lagi aku harus menunggu.”

Selain kesepian, menunggu pun menyedihkan.

Lalu kauanggap pergi adalah jalan keluarnya. Tahukah kau, banyak hal-hal penting yang terjadi selama kau tak ada. Sebut saja cat pagar dan dinding yang mengelupas di sana-sini, juga pohon mangga di halaman yang sudah ditebang dan digantikan kolam ikan yang sebenarnya tak pernah terpakai. Saya merasa seperti Edna yang menunggu dan tak menunggumu kembali. Kali lain, sayalah Jane yang mendadak menjadi guru ramuan. Membuat ramuan penghancur lemak agar terlihat kurus, agar tampak serupa orang yang kehilangan: kurus, pucat dan gelisah setiap saat.

Selama kaupergi, saya juga melewati beberapa Paskah sendirian. Meski kita biasanya memang merayakan Paskah dengan cara yang berbeda, tetapi tetap saja saya berharap kita bisa merayakan Paskah bersama. Tetapi karena kau tak juga kembali, dan saya tak akan pernah bisa melupakan kau, maka saya menemukan seseorang yang mau menemani mendandani telur dan pohon terang. Dia mempunyai kecondongan untuk mendandani dirinya setiap waktu, dan mungkin justru karena itu dia mengingatkan saya kepada kau setiap waktu; maka dengan mencintainya setiap waktu, saya mencintai kau setiap waktu.

Rupanya tidak hanya Paskah yang senantiasa membuat saya teringat pada kau, tetapi juga ketika saya sedang sendirian menyesap kopi di samping jendela yang  berhias titik-titik hujan. Berbicara tentang hujan, bagaimana kabar sahabat kecil kau yang ber-IQ 200 itu? Apakah ibunya masih tidak berani mengucapkan tiga kata untuk Emilie Mielke Jr.? Atau mungkin Emilie Mielke sudah mati sebelum sempat mengabarkan, “Ibu akan mati.”? Apa hujan merah; darah, itu sudah memenuhi baju pasien berwarna putih yang membosankan itu? Ah, kematian memang tak memiliki penundaan layaknya jadwal pesawat terbang.

Berbicara soal teman, bagaimana kabar si penulis amatir itu? Yang dimintai tolong untuk menerjemahkan Gunung Jiwa karya Xingjian. Apakah ia masih mendaki bersama Xingjian seiring proses penerjemahan itu? Terakhir kau bercerita, ia sedang berada di bagian yang membuatnya sadar tentang ini: karena ingin mengurangi kesepiannya, protagonis ‘aku’ membentuk karakter ‘kamu’ sebagai cerminnya. Tetapi ‘kamu’ pun kesepian dan akhirnya menciptakan ‘dia’ untuk menemaninya bicara. Sampai akhirnya ada ‘aku, ‘kamu’, ‘dia’, dan ‘ia’ untuk satu protagonis itu. Menurut teman kau, itu terdengar terlalu muram. Terlalu menyakitkan. “Sebegitu burukkah rasanya kesepian, Gao Xingjian?” Tanyanya kepada diri sendiri.

Bagaimana juga dengan teman kau yang masih saja meminta pendapat Richard—mantan kekasihnya yang entah di mana—sebelum pergi ke pesta Bonnie?

Atau si kondektur, apa dia sudah bertemu dengan ibunya?

Atau Jack dan Jane. Apakah anak mereka, Mary, benar-benar tak kembali hingga Jack mati? Lalu bagaimana dengan sepasang sosok yang menunggu Mary, boneka Barbie dan babi itu?

Lalu Jim. Apakah dia masih bodoh dan menyebalkan bagi Jane, seperti ketika ia tidak beraksi apa-apa ketika Jane bilang bahwa tetangga mereka yang tidak terlalu terkenal, Das, tahu-tahu berhasil memenangkan Nobel Sastra?

Lalu si merasa diri penyair. Apakah dia akhirnya berhasil menjual buku-buku puisinya dan membelikan susu dan makanan bergizi untuk anaknya? Apakah buku puisinya berhasil terpajang di rak toko buku atau hanya berakhir menjadi buku puisi di kamar mandi dan bereinkarnasi menjadi tisu toilet?

Saya prihatin dengan mereka, meski saya juga prihatin dengan teman kau yang satu lagi. Yang pernah bilang, “Aku rasa aku akan pergi ke suatu tempat untuk waktu yang teramat lama.” setelah menerima telepon dari sebuah nomor tak dikenal. Saya rasa firasatnya cukup kuat dan benar ia tak kembali.

Bagaimana dengan kau?

Apakah kau masih membutuhkan cerita sebagai pengantar tidurmu yang panjang? Kalau iya, barangkali kau harus menghubungi si tukang bercerita kisah sedih. Setelah teman kau itu tak berhasil mendapatkan pekerjaan, mungkin dengan bercerita sambil mengingat ibunya yang terlalu cepat mati sebelum menceritakan akhir kisah Lelaki Alarm itu bisa mengurangi kekecewaannya karena gagal.

Ah, yang paling menarik dari semua teman-teman kau tentu saja duo Ruhut. Ruhut pertama adalah  Ruhut Manuhuruk, si penyair yang tak sengaja mati setelah jatuh dari tangga (ketika mengganti lampur kamar) dan patah hati (karena tulang rusuk yang hilang).

Ruhut kedua adalah Ruhut Manihuruk, si novelis terkutuk.  Yang menghilang sejak termakan omongan seorang penjual kamper yang berhasil memengaruhinya untuk membeli banyak kamper. Barangkali bau kamper itu telah merusak otaknya sehingga ia menjadi orang yang disebali oleh teman-teman asramanya. Suatu pagi ia terbangun di dekat tong sampah dengan barang-barang bergeletakan di sekitar. Diusir? Karena setelah itu ia lenyap. Barangkali kau berminat menggeledah kamarnya karena kautahu dia adalah seorang penulis dan penulis selalu punya draft-draft naskah yang belum selesai ditulis atau selesai tetapi belum dikirim ke penerbit atau sudah dikirim tetapi kembali dengan catatan-catatan.

Mungkin kau bisa mengambil naskah novel yang bercerita tentang: Naheed dijodohkan dengan Em, padahal Naheed sudah memiliki Garda sebagai kekasih. Kisah cinta yang seharusnya berakhir tragis. Khususnya bagi Em, atau Garda, saya tak yakin. Karena bahkan novelis terkutuk itu masih bertanya-tanya, haruskah Em memiliki akhir kisah cinta  bahagia dengan merebut Naheed dari Garda? Adegan berjudul fatamorgana di meja makan membuat Garda, Naheed dan Em meragukan perasaan mereka masing-masing.

Bagaimana dengan dia yang ditinggal menikah oleh dua sahabatnya. Mereka bertiga—yang menyebut pertemanan mereka selayaknya garpu berujung tiga—dan dua di antaranya menikah. Maksud dari dua-di-antaranya-menikah bukanlah (1) sahabatnya yang pertama menemukan lelaki yang menikahinya di Belanda dan sahabatnya yang lain menemukan lelaki yang menikahinya di Indonesia, melainkan (2) mereka menikah. Yang saya syukuri adalah teman kau ini melarikan patah hatinya tidak dengan melakukan hal-hal bodoh melainkan dengan membersihkan rumah di hari libur. Bahkan ia pernah kembali percaya pada cinta ketika bertemu dengan seseorang di kereta malam ke Bekasi. Meski akhirnya laki-laki itu menolaknya dan ia malah berhenti memakai rok, menjadi tomboi dan bersikap seolah-olah ia tak butuh laki-laki. Patah hati membuat orang berubah.

Ah, kau. Bahkan saya tak bisa benar-benar peduli pada kau tanpa peduli pada mereka. Apakah kepedulian harus selalu melibatkan orang lain selain kita? Mungkin iya. Mungkin juga tidak.

Dan sambil menikmati betapa diamnya kau, saya akan menikmati kopi di warung ini, di dekat gereja. Tempat saya melihat banyak doa beterbangan di sekitar atapnya. Dan teman kau yang lain, yang sedang patah hati, yang baru saja mengucapkan selamat tinggal pada dua orang, yang sedang menatap dirinya di permukaan air selokan, semoga ia ikhlas merasakan patah hati. Setidaknya kini, selain Seseorang yang Dia Cintai dan Seseorang yang Mencintainya, ia ingat bahwa ada Seseorang yang Tak Pernah Dicintai Namun Selalu Mencintai. Patah hati membuat orang ingat tuhan.

Jadi, kau. Apa kabar?

***

Semacam reviu atas buku ini, dan beberapa kalimat di atas adalah kutipan langsung dari buku.

21882146

Judul: Hanya Kamu yang Tahu Berapa Lama Lagi Aku Harus Menunggu
Penulis: Norman Erikson Pasaribu
Penerbit: Gramedia, 2014
Halaman: 186
ISBN: 9786020304489
Rating: 5/5

Buku Terbaik Tahun 2014 (Bagian 2)

GR01GR02GR03GR04

[lanjutan dari postingan ini]

4. Novel-novel yang Membuat Kamu Seketika Ingin Melakukan Semua yang Ingin Kamu Lakukan Sebelum Mati Besok

Penyesalan itu tak enak, Jenderal! Maka sebelum mati, lakukan apa yang perlu kamu lakukan. Barangkali buku-buku berikut ini mengamini betul kalimat, hiduplah seolah-olah kamu mati besok.

Satu Hari Bersamamu karya Mitch Albom bercerita tentang near death experience yang membawa Charley bertemu kembali dengan ibunya yang sudah meninggal. Dalam satu hari itu, mereka melakukan kegiatan layaknya hari biasa, dan Charley menceritakan hal-hal yang masih mengganjal dan belum sempat diceritakan kepada ibunya dulu. Sebagai gantinya, Charley juga mendengar cerita-cerita yang dulu belum pernah ia tahu.

Di novel Surat Panjang tentang Jarak Kita yang Jutaan Tahun Cahaya (SPTJKYJTC), fokus utamanya adalah tentang cinta yang tak tersampaikan padahal mereka adalah sahabat sedari kecil. Lalu si tokoh perempuan mengidap penyakit dan menjelang mati. Bahkan kalimat terakhir di surat terakhir tak pernah selesai ia tulis karena maut menjemputnya lebih cepat. Mengharukan.

Terakhir, Horeluya karya Arswendo Atmowiloto, yang pesannya adalah lakukan apa pun, berikan apa pun yang diinginkan anakmu yang sedang berjuang melawan penyakit dengan kemungkinan sembuh sangat kecil, lakukan semua, berikan semua, toh usianya tak lama lagi. Wujudkan keinginannya sebelum terlambat. Agar ia pergi dengan tenang, dengan senang.

Membaca buku-buku ini kalian harus siapkan tisu karena penulis berhasil membuat kematian sebagai sesuatu yang menakutkan sekaligus menyedihkan. Satu lagi, bahwa benar, tak ada yang benar-benar siap menghadapi kematian.

5. Novel-novel yang Membuat Kamu Seketika Ingin Mempertimbangkan Ulang Alasan-alasan Sebelum Menentukan Pilihan

Perihal rencana memiliki anak, bisa menjadi hal yang pelik bagi pasangan baru menikah Alan dan Rine dalam Oksimoron karya Isman H. Suryaman. Dan bahkan ketika pilihan tersebut sudah mantap mereka putuskan, toh ternyata tidak membuat kehidupan rumah tangga mereka berjalan lancar. Utamanya karena turut campurnya para oranguta/mertua yang tentu saja menginginkan cucu. Keputusan untuk tidak memiliki keturunan, yang bagi pasangan pengantin ini sudah final, mendadak goyah. Ternyata membuat keputusan tertentu, tidak bisa hanya mementingkan keinginan dua orang saja.

Membuat keputusan penting juga harus dilakukan oleh Ashlyn mengenai kekasihnya Jaeed yang tukang judi. Dalam Black Jack karya (duet) Clara Ng dan Felice Cahyadi, Ashlyn digambarkan jatuh cinta berat dengan Jaeed yang penipu abis. Sudah banyak teman-teman Ashlyn yang menyarankan untuk putus saja dari Jaeed, tetapi toh keputusan tetap ada di tangan Ashlyn. Berkali-kali Ashlyn ditipu, dirayu, diajak berjudi. Bahkan uang kuliah Ashlyn pun turut direlakan kepada Jaeed sebagai modal judi. Salahkan pilihan Ashlyn untuk terus bersama Jaeed? Pilih cinta atau masa depan yang cerah? Lanjut pacaran atau putus saja? Seberapa banyak kekurangan-kekurangan pasangan yang bisa kamu toleransi? Apakah ada kelebihan dia yang bisa menutupi kelemahan-kelemahan?

Jangan mati dulu. Kalau bisa. Setidaknya, saat ini kalian masih punya pilihan untuk mati atau tidak. Buktinya kalian tidak bunuh diri. Artinya kalian memilih untuk hidup. Pilihan yang sama (mau terus hidup atau mati saja) juga dialami oleh Mia dalam novel If I Stay karya Gayle Forman. Setelah mengalami kecelakaan yang membunuh kedua orangtuanya serta adik laki-lakinya, apakah ia masih punya alasan untuk hidup? Dalam keadaan (tubuh yang) koma, roh Mia menyaksikan kakek nenek, paman, bibi, sepupu, sahabat, hingga sang kekasih berada di sisinya dan berusaha menyemangati agar ia tak berhenti berjuang. Bahwa keputusan untuk hidup atau mati, tidak berada pada dokter atau bantuan alat-alat kesehatan, melainkan ada pada dirinya sendiri. Apakah kehadiran mereka cukup membuat Mia memilih untuk melanjutkan hidup? Karena jika ia memutuskan untuk hidup, maka mata itu akan terbuka. Sebaliknya, bila ia memilih mati saja, maka selamanya ia tak akan bereaksi apa-apa.

Jadi, apa yang membuat kalian memilih untuk terus menjalani hidup yang barangkali tidak terlalu baik ini, alih-alih bunuh diri? Lalu setelah memilih, bisakah kalian bertanggung jawab atas pilihan-pilihan tersebut?

6. Novel-novel yang Menurut Saya Wajib Kamu Baca

Selain buku-buku yang saya sebut di kategori sebelumnya, buku-buku berikut adalah buku-buku yang juga wajib kalian baca.

Tak cukup hanya dengan menonton filmnya saja, kalian juga harus membaca novelnya. Ca Bau Kan karya Remy Sylado memadukan budaya Cina dan sejarah kemerdekaan Indonesia yang dikemas dengan cara menyenangkan. Saya menyukai banyaknya aksen bicara yang dipakai. Ada aksen Betawi, Belanda, Mandarin dan Jawa. Juga percampuran dua di antaranya. Seru. 😀 Berhubung novel ini menggambarkan budaya Tionghoa dengan sangat sangat kental, kalian juga akan menemukan kalimat-kalimat bijak dari negeri Cina.

Lima bintang untuk cerita Marni dan empat bintang untuk cerita Rahayu dalam Entrok karya Okky Madasari. Ditulis dari dua sudut pandang (Marni dan Rahayu), saya lebih tertarik dengan gaya ‘berbicara’ Marni yang ceplas-ceplos, njawa dan apa adanya. Entrok menggambarkan kehidupan kelas bawah. Tidak ada cuplikan kehidupan mewah orang-orang kelas atas, karena tokoh (dan setting-nya) adalah orang desa, tidak sekolah, tapi memiliki pemikiran yang luar biasa. Bahwa pengalaman adalah guru paling berharga.

Barangkali belum banyak novel yang menceritakan Bali secara Bali banget. Nah, sebagai orang Bali, saya merekomendasikan bagi yang mau melihat sisi lain (budaya) Bali, kalian wajib baca Tarian Bumi karya Oka Rusmini. Oiya, Oka Rusmini juga baru saja memenangkan Kusala Sastra Khatulistiwa kategori puisi dengan buku kumpulan puisi yang berjudul Saiban. Kualitas tulisannya tak perlu diragukan lagi.

Terakhir adalah kumpulan cerpen. Yaitu, Kumpulan Budak Setan. Berisi dua belas cerpen genre horor karya tiga cerpenis. Eka Kurniawan, Intan Paramaditha, dan Ugoran Prasad. Kumcer ini adalah tribute untuk Abdullah Harahap, penulis horor populer yang produktif di era 1970-1980an. Ketiga cerpenis yang terlibat pun adalah cerpenis yang namanya sudah tidak asing lagi di dunia penulisan. Pokoknya, too much greatness in one book!

*

Jadi, buku-buku apa yang membuat kalian mempertimbangkan kembali alasan-alasan kalian sebelum menentukan pilihan? Juga buku-buku apa yang menurut kalian wajib saya baca?

***