Kau Tanya Kujawab

Circa 2018 ketika zamannya mengikuti suatu akun Twitter karena isi twitnya (tanpa tahu siapa manusia di baliknya), saya menemukan akun Prie GS (@Prie_GS). Twitnya menyenangkan, terkadang kalimatnya sederhana tapi overthinking saya menganggap kalimat sederhana tersebut mengandung makna yang lebih dalam. Belakangan saya tahu bahwa Prie GS adalah penulis dan public speaker yang mengawali karirnya sebagai wartawan. Sungguh menjawab kemampuan beliau dalam merangkai kalimat.

Salah satu segmen yang sering beliau ulang di twitnya yaitu ‘kau tanya kujawab’. Di kolom balasan, pengikut beliau akan mengajukan pertanyaan macam-macam dan Pak Prie GS akan menjawab juga dengan ‘sembarangan’. Iya, terkesan sembarangan padahal nggak sembarangan sembarangan banget. Ya gitulah maksudnya. 😀

Berikut ini saya sarikan beberapa pertanyaan warganet dan jawaban Pak Prie GS dengan tujuan tak lain tak bukan agar saya bisa dengan mudah membacanya lagi di kemudian hari. Semoga beberapa tanya jawab berikut ini bisa memberikan manfaat juga untuk pembaca tulisan ini.

Q: Katanya jangan tergantung pada manusia, tapi kan kita makhluk yang saling ketergantungan?
A: Bukan tergantung tapi saling bergantung.

Q: Bagaimana menyikap teman yang malas?
A: Yang penting kamu rajin.

Q: Apa yg perlu dikhawatirkan dari masa depan?
A: Jika kau berjalan mundur.

Q: Bagaimana cara cepat mengetahui sesuatu itu keinginan Tuhan atau cuma keinginan kita?
A: Jika kau mendekat pada Tuhanmu.

Q: Kenapa kerjaan ndak ada habisnya?
A: Apakah kamu ingin jadi penganggur? Syukurilah.

Q: Kenapa harus pesimis, sedangkan hidup ini harus optimis?
A: Pesimis itu penting sebagai kerendahhatian.

Q: Tips rukun dengan saudara?
A: Memahami lalu mengalah.

Q: Apakah sebaiknya media sosial macam Twitter, FB, IG, dll dihilangkan?
A: Yak perlu. Akan hilang jika waktunya tiba.

Q: Bagaimana cara mencintai yang benar?
A: Jangan sambil ngarep.

Q: Cara menenangkan diri?
A: Jangan mudah berprasangka.

Q: Bolehkah menginginkan milik orang lain?
A: Jangan. Hakmu saja telah berkelebihan.

Q: Apa nasihat untuk saya dalam meniti dan menata jalan ‘pulang’?
A: Fokus.

Q: Jodoh saya kapan datang?
A: Semoga tak lama lagi. InsyaAllah.

***

Membaca sebagai Jeda dari Riuhnya Dunia: Sebuah Refleksi dan Catatan atas Buku Terbaik 2022

Di bulan Juli saya sempat kelabakan. Menurut catatan Goodreads, I was 3 books behind schedule. Ini bikin saya bertanya-tanya, kok bisa? Apakah saya mengalami reading slump? Apakah saya memilih buku yang tidak menarik? Atau apakah di waktu luang, saya lebih memilih kegiatan lain selain membaca?

Pada saat yang bersamaan, saya jadi memikirkan kembali tujuan saya membaca dan menetapkan target baca. Apakah untuk gaya-gayaan? Menantang diri sendiri? Berlomba dengan sesama pembaca? Atau apa?

Jawabannya, kurang lebih:

Entah ini hanya pembenaran atau bukan. Tetapi saya sampai pada sebuah nosi bahwa jumlah target baca saya diseting untuk memastikan work life balance. Kerja keras sepanjang minggu, baca buku ketika wiken. Teorinya seperti itu. Lalu ketika saya mengalami 3 books behind schedule, artinya saya terlalu banyak bekerja hingga tak sempat membaca buku. This is not good. Saya harus kembali ke jalur yang benar: kerja seoptimalnya, membaca senikmatnya.

Selain itu, dengan pekerjaan yang datang silih berganti dan lalu lintas informasi yang serba cepat, saya menganggap kegiatan membaca sebagai jeda. Sama dengan bengong atau leyeh-leyeh tanpa melakukan apa pun. Membaca, menikmati setiap kalimat tanpa skip punya nuansa romantisme tersendiri. Seperti ingin berkata, “Silakan kalian jungkir balik melakukan hal-hal produktif, saat ini saya cuma mau bergerak pelan dan menikmati setiap detik yang saya punya.”

Baca juga tulisan ini.

*

Well, dari sekian banyak buku yang saya baca, tentu saja ada yang tidak worth it dibaca dengan serius dan pelan-pelan. Tidak perlu fokus ke yang itu, ya. Mendingan kita fokus ke daftar buku yang memang menyenangkan dan bermanfaat buat saya kita.

Saya membagi buku terbaik tahun 2022 menjadi dua kategori; best romance alias romansa terbaik dan faith in humanity, restored alias menumbuhkan sisi kemanusiaan.

1. Best Romance

Senang sekali akhirnya membaca Gadis Jeruk. Sudah lama sekali buku ini masuk keinginan-baca dan akhirnya kesampaian di tahun 2022. Surprisingly, Gadis Jeruk dan Gadis Kretek punya premis yang mirip. Sama-sama tokoh laki-laki yang di jelang kematiannya, mengingat lagi sebuah era ketika ia jatuh cinta di masa lalu.

Untuk Postscript, sempat kaget karena saya baru tahu kalau PS. I Love You ada sekuelnya! Begitu menemukannya di toko buku di bandara, saya langsung angkut ke kasir. Dan itu bisa dibilang keputusan terbaik tahun itu. Postcript berhasil bikin saya mewek dan sempat kena book hangover. Agak lama baru saya rela untuk baca buku lagi dan sejenak melupakan kisah Holly di hidup lanjutannya.

Tales from Shakespeare yang saya baca yaitu versi retold for children, jadi beneran dibuat sangat sederhana. Satu boxset berisi 14 buku dan masing-masing buku sangat tipis (rata-rata 45 halaman) dengan ukuran font yang cukup besar. Namun, dengan gaya bercerita yang disederhanakan pun, saya bisa merasakan betapa rumitnya kisah cinta yang bangun oleh Shakespeare. Bahkan dari empat belas cerita tersebut, susah sekali menentukan satu yang paling bagus. Setiap cerita punya kerumitan dan keindahannya sendiri-sendiri. Salut, sih. Baru sekarang paham alasan orang-orang suka karya beliau dan sudah saatnya juga saya bilang, “Shakespeare gila banget (kerennya).”

2. Faith in Humanity, Restored

Tahun 2022 terdiri dari beberapa re-read. Dua di antaranya yaitu Orang Asing serta Iblis dan Miss Prym. Saya lupa trigger teknisnya (entah baca artikel, nonton film, entah yang lain), tapi saya ingat akhirnya sama memutuskan untuk re-read yaitu karena ingin menemukan makna lebih dari buku-buku yang saya baca. Artinya, dari sekian banyak buku yang saya baca sepanjang hidup, rasanya ingin sekali memiliki beberapa judul yang benar-benar saya suka dan saya paham dan saya sebut judulnya dengan bangga ketika ada yang bertanya tentang buku favorit. Syukurnya, kedua buku di atas jelas masuk ke dalam kategori tersebut. All time favorite.

A Man Called Ove dan Silence punya nuansa yang sama yaitu nuansa book-to-movie adaptation. Saya suka sekali dengan film Silence sehingga sejak menonton filmnya, saya sudah ingin membaca bukunya. Sayangnya (atau syukurnya?) baru kesampaian sekarang. Book to movie adaptation yang super berhasil. Kedua media cerita tersebut memberi kenikmatan yang berbeda namun sama. Do you know what I mean?

Sebaliknya, saya baca A Man Called Ove dengan kelabakan karena tak lama lagi filmnya akan tayang di bioskop Indonesia. Mumpung masih ada waktu, saya upayakan untuk sempat membaca bukunya dulu sebelum menonton versi filmnya. Membaca Ove was a life-changing experience buat saya. Karakter Ove yang ingin sendirian, tapi ‘diganggu’ tetangganya yang kekeuh mau bikin Ove lebih ceria. Kenapa? Jiwa bitter saya kesal sekali dengan tetangga yang sok ikut campur, tapi kemudian saya harus mengalah pada kenyataan bahwa dunia kita memang butuh lebih banyak rasa empati yang dibangun dari cerita-cerita yang menghangatkan hati seperti itu. Akur.

Ngomong-ngomong soal bacaan yang meninggalkan jejak lebih banyak dan lebih lama di hati, membuat daftar best-of seperti ini saya anggap sebagai upaya untuk mengingat pengalaman menyenangkan ketika membaca buku-buku tertentu. Selain itu, saya juga terbuka akan masukan soal best-of dari siapa pun. Jadi, kalau kalian punya tulisan/catatan soal buku yang kalian suka, jangan lupa cantumkan tautannya di kolom komentar. Saya akan senang berkunjung.

Buku Terbaik 2021

Saya membaca lima puluh dua buku sepanjang tahun 2021. Berikut ini, sembilan buku yang memberi kesan lebih baik daripada empat puluh tiga buku lainnya.

1. Cinta di Tengah Wabah Kolera – Gabriel Garciá Márquez

Gabo never fails. Novel ini bikin sisi melankolis saya muncul lagi. Sibuk membayangkan rasanya menjadi Florentino Ariza yang setia menunggu Fermina Daza. Beruntunglah orang-orang yang meyakini adanya ‘belahan jiwa’ ditambah mendapat restu semesta.

2. One and Only Bob – Katherine Applegate

Bob, seekor anjing yang tercampakkan, memandang manusia dengan penuh ke-salty-an. Namun, untung ada Ivan yang menjadi penyeimbang.

“Thunder claps. Shutters fly. Windows rattle. Water rushes. Dogs whimper. Cats howl. People yell.” -p.247

Novel ini novel anak, tapi berhasil membuat pembaca dewasa seperti saya, mikir lagi soal memperlakukan makhluk lain. Ya memang ini fiksi, tapi nggak ada salahnya mengambil sesuatu dari bacaan.

Baca juga: Buku Pilihan Tahun 2020

3. White Tiger – Aravind Adiga

Baca novelnya karena suka banget versi filmnya. Dan jadi sadar betapa versi filmnya sangat setia dengan materi asli. Aravind Adiga dengan piawai menguliti India sampai ke lapis terdalam.

4. After the Banquet – Yukio Mishima

Memberikan gambaran seperti apa rasanya jadi istri seorang politikus. Sesekali harus ikut kampanye, lain kali tidak tahu apa-apa dan mereka sibuk sendiri di belakang punggungnya. Hampir semua aspek on point; perihal politik, bisnis, relasi suami-istri, aspek Jepang.

5. Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas – Eka Kurniawan

Baca kedua kalinya sebagai persiapan menonton adaptasinya ke bentuk film. Di pembacaan kedua, semakin menyadari bahwa novel ini ‘mahal.’ Menggunakan hal-hal yang sangat personal (baca: burung) untuk ‘menjelaskan’ kehidupan.

6. The Handmaid’s Tale – Margaret Atwood

Sulit jadi perempuan? Hold my beer. Lebih sulit lagi jadi perempuan yang tugasnya hanya sebagai tempat penitipan anak dalam rahim. Patah hati membaca cerita para handmaid ini. Patah hati, sekaligus putus asa.

7. Botchan – Natsume Soseki

Gembira sekali membaca isi kepala Botchan yang menelanjangi karakter manusia di sekitarnya. Berprofesi sebagai guru, Botchan mau nggak mau harus berurusan dengan banyak manusia sekaligus berusaha meluruskan kembali hal hal di sistem pendidikan yang punya kecenderungan melenceng. Berhasilkah ia?

8. Rumah Kertas – Carlos María Domínguez

Berjumlah halaman hanya tujuh puluh enam menjadikan novela ini sebagai bacaan yang tidak akan menyita banyak waktu. Dalam sekali duduk, pembaca akan diberikan gambar tentang renjana seseorang terhadap dunia buku.

9. Looking for the King of Fishing – Zhang Wei

Kuda hitam tahun ini. Zhang Wei menghidupkan kembali nuansa legenda yang biasa saya baca ketika masa sekolah. Seiring bertambah usia, bacaan saya sempat bergeser ke selfhelp book, romance dewasa, atau fantasi yang mengangkat heroisme dewa dewi Yunani. Menemukan novel ini tanpa sengaja and turns out superb, memberikan kebahagiaan berlipat.

“Orang tua menggandeng tangan kita untuk berjalan sejauh satu setengah kilometer, tapi ternyata kita sendiri telah berjalan sejauh tiga kilometer. Seumur hidup berjalan lima kilometer.” -p.162

*

Tahun 2021 termasuk tahun yang menyenangkan dalam hal kegiatan membaca. Lebih banyak buku bagus dibandingkan buku yang tidak memberikan nilai tambah. Vibesnya lebih menyenangkan dan tentu saja, jumlah bacaan yang melampaui target. Tidak buruk, huh?

***

PS: Tulisan ini seharusnya diunggah di awal tahun 2022, tapi kadang saya terserang malas. 😦