Mengganggu Orang dengan Karya yang Baik

IMG_5831

Pertama, karena ingatan saya begini lemah. Padahal belum genap satu minggu sejak saya mendengarkan Eka Kurniawan dan Joko Pinurbo bercerita di hadapan saya. Pada jarak kurang dari lima meter. Yang dibagikan adalah mengenai proses kreatif di balik terciptanya karya-karya mereka. Beberapa dari karya tersebut bahkan bisa dikatakan fenomenal. Jadi karena ingatan yang begini pendek, menyambung ke hal kedua, yang saya ingat hanya jawaban mereka atas pertanyaan saya. Barangkali juga ingatan adalah tentang (si)apa yang mau ia biarkan tinggal di dalamnya. Maka, berikut adalah kata-kata mereka yang masih nyangkut di kepala saya.

Pertanyaan saya kepada Eka Kurniawan:
Beberapa waktu yang lalu, saya membaca komentar pedas tentang buku Anda yang berjudul Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas. Katanya, novel tersebut lebih cocok berada di tempat sampah. Bagaimana komentar Anda? Dan saya juga kepingin tahu, apakah seorang Eka Kurniawan pernah menyampah-nyampahi karya seseorang?

Jawaban Eka Kurniawan:
Bila saya merasa tidak cocok dengan sebuah karya setelah saya baca beberapa halaman, saya tidak akan melanjutkan membaca. Jadi ketika ada seseorang yang rela membaca buku saya sampai habis, meski kemudian mengomentari negatif, artinya ia sudah mengerahkan waktu dan tenaga untuk membaca (sesuatu yang tidak ia sukai), dan itu membutuhkan energi yang besar. Bahkan kemudian komentar dia saya pajang di blog, artinya saya berterima kasih. Lalu, karya yang baik adalah karya yang sanggup menganggu orang. Jika melihat reaksi orang tersebut, tampaknya saya berhasil (mengganggu). Dan saya bangga.

Pertanyaan saya kepada Joko Pinurbo (setelah beliau bercerita panjang lebar mengenai proses di balik penciptaan puisi berjudul Surat Kopi:
Dari proses kreatif tentang penciptaan puisi Surat Kopi yang Anda ceritakan, termasuk pesan yang ingin Anda sampaikan, barangkali banyak pembaca tak berhasil memahami apa yang sebenarnya ingin Anda sampaikan itu. Nah, bagi penulisnya sendiri, apa hal tersebut merupakan masalah?

Jawaban Joko Pinurbo:
Saya lebih suka kalau pembaca tidak perlu tahu apa yang ingin saya sampaikan. Yang jadi masalah kemudian, saya sering direpotkan oleh mahasiswa yang hendak menulis skripsi tentang puisi saya, dan bertanya mengenai makna puisi-puisi saya. Padahal mereka bisa mengartikan sebuah puisi secara bebas. Artinya, setiap puisi bisa diinterpretasikan sesuai cakrawala pembaca. Bahkan, ya, kadang penyair juga nggak sadar ingin menyampaikan apa. Tentang puisi yang saya tulis, Anda tidak akan kaget dengan cara saya berpuisi bila Anda membaca Burung Berkicau karya Anthony de Mello.

*

Saya bertemu melihat Eka Kurniawan dan Joko Pinurbo di acara Kemang Art & Coffee Festival 2014 (#KACF2014). Sebagai newbie dalam hal membawa-kegemaran-dunia-maya-ke-dunia-nyata, saya agak kagok berada di keriuhan seperti itu. Isinya selebtwit semua! Tentu saja, dengan komunitasnya masing-masing. Dan saya hanya sekadar pengunjung. Tak masalah, sih. Malah seru. Ternyata banyak sekali hal-hal positif dari dunia maya yang bisa saya lihat secara langsung di dunia nyata. Di acara tersebut ada coffee corner, yang menyajikan kopi dari beberapa daerah di Indonesia. Saya sempat mencicipi kopi Sembalun dan ternyata rasanya agak asam, ya.

IMG_5833

Pojok kopi

Di dinding Galeri 678 (lokasi acara), juga terhampar banyak sketsa para seniman muda. Di dindingpertama para seniman berbicara tentang surga. Di dinding yang lain mereka berbicara tentang hubungan antara orangtua dan anak. Di dinding yang ini ada banyak getir.

IMG_5743

Mereka bicara surga di sini

IMG_5738

Di sini banyak getir hubungan orangtua dan anak

Di dinding lain ada sketsa yang dibuat dari fiksimini. Di bagian ini, pengunjung juga diajak untuk menulis puisi berdasarkan sketsa (fiksimini) yang ada, lalu twitpic dan jangan lupa mention @Fiksimini. Pada kesempatan itu, saya juga iseng ikut nulis puisi. ^^

IMG_5726

“Kadang aku lupa telah menjadi pihak yang pergi, karena setiap embusan asap rokok, selalu membawaku kembali” — @ManDewi

Di seberang dinding penuh sketsa fiksimini, ada pojok Zine. Ini hal baru yang saya tahu. Zine adalah salah satu bentuk publikasi, semacam majalah yang dibuat dengan cara-cara sederhana. Bisa dengan mesin fotocopy atau printer biasa. Artinya, kalian bisa menulis/menempel/menggambar/me-layout apa saja di sebuah kertas, kemudian mencetak atau mem-fotocopy-nya untuk disebarkan gratis. Zine jadi alternatif yang bagus untuk kalian yang bercita-cita jadi jurnalis idealis. :))

Di ujung ruangan ada meja panjang, dilengkapi dengan proyektor yang digunakan untuk acara semacam sosialisasi/workshop. Lebih ke belakang lagi, ada pasar seni. Nah, ini. Banyak pernak-pernik lucu, juga kaus, tas, dan sketsa (dengan atau tanpa bingkai) yang dijual. Asli ngiler banget di bagian ini. *drewling* Juga ada stan dari Gramedia yang menyediakan buku-buku karya para pembicara dengan diskon 10%. Hore!

IMG_5728

Sebagian pernak-pernik di pasar seni #KACF2014

Secara keseluruhan, datang ke #KACF2014 sama sekali bukan sia-sia. Atmosfernya menyenangkan. Dan saya tidak sabar untuk mendatangi (lagi) acara-acara lain serupa itu. Kemarin sempat kepingin beli salah satu sketsa (atau lukisan ya?) tapi belum kesampaian. Dan sengaja tidak mencari tahu bisa didapat di mana selain di acara kemarin. Semoga berjodoh dengan sketsa itu di acara serupa lainnya, karena barangkali perihal jodoh itu hanya masalah (ketepatan) waktu. 🙂

***

2 thoughts on “Mengganggu Orang dengan Karya yang Baik

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s