Perilaku Christian Grey dan Hubungannya dengan Perjanjian Pranikah

Sudahlah masalah cinta-cintaan yang sangat standar, karena yang lebih menarik perhatian saya ketika membaca novel Fifty Shades of Grey adalah perihal perjanjian antara Dominant (pihak penyewa, dalam hal ini adalah Christian Grey) dan Submissive (pihak yang disewa, dalam hal ini Anastasia Steele). Yup, Mr. Grey ini senang menyewa perempuan untuk dijadikan objek eksperimen ketika berhubungan seks. Satu perempuan, satu kontrak, jangka waktu tiga bulan. Kesenangan inilah yang membuat Christian hendak menjadikan Anastasia sebagai perempuan sewaan keenambelas.

“The fundamental purpose of this contract is to allow the Submissive to explore her sensuality and her limits safely, with due respect and regard for her needs, her limits, and her well-being.” –Fifty Shades of Grey

Sejak awal novel, Christian memang dengan blak-blakan meminta Anastasia untuk menjadi Submissive sembari menyodorkan konsep surat perjanjian yang berisi hak dan kewajiban kedua belah pihak, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan Dominant kepada Submissive. Submissive juga punya hak untuk menentukan kapan ia mau atau tidak mau diperlakukan dengan cara tertentu. Dan apabila Submissive berkata tidak, maka Dominant berkewajiban untuk menghentikan keinginannya. Selain hak dan kewajiban, perihal sanksi juga dijabarkan. Submissive dilarang melanggar isi kontrak, karena ada hukuman yang akan ditimpakan kepadanya. Jenis hukuman ditentukan sepenuhnya oleh Dominant.

Poin-poin dalam perjanjian tersebut, selain membahas hal-hal terkait kegiatan ketika berhubungan seks, juga memuat kehendak Dominant untuk memastikan bahwa Submissive selalu berada dalam kondisi prima. Untuk itu, Submissive berkewajiban menjaga kesehatan dengan memakan hanya makanan yang telah ditentukan, tidur minimal 8 jam sehari (yang kemudian dinegosiasi oleh Anastasia menjadi 6 jam), olahraga rutin empat kali seminggu (dinegosiasi menjadi tiga kali dalam seminggu), pemeriksaan kesehatan secara rutin, dan sebagainya.

Pada akhirnya, prostitusi bermartabat yang dipraktikkan oleh Christian memiliki dasar hukum yang harus ditaati. Dan karena isi perjanjian yang ditandatangani merupakan hasil dari proses negosiasi, maka dapat dipastikan tidak ada pihak yang dirugikan.

Barangkali bisnis prostitusi along with feminism issue harus mencontoh cara-cara Christian. Sebelum seseorang menggunakan jasa Pekerja Seks Komersial (PSK) misalnya, harus ada perjanjian tertulis mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh kedua pihak. Bila terjadi pelanggaran, maka ada sanksi yang dikenakan.

Bagaimana bila dibuat perjanjian bahwa sebelum bertransaksi, kedua belah pihak, misalnya, harus berada dalam keadaan bersih dan wangi? Bisa saja karena bau badan, salah satu pihak merasa tidak nyaman, lalu menyindir/mengejek lawannya, lalu pihak lawan tersinggung dan membunuh si penyindir. Bisa terjadi, kan?

Nikmat tak didapat, bui jadi akhirat.

Jadi, sebelum mau dipakai jasanya, membuat perjanjian tertulis rasanya bukan ide buruk. You know, just in case.

Apa?

Kalian bilang apa? Pernikahan?

Ya ya ya, mungkin dalam pernikahan juga perlu dibuat perjanjian. Biasanya, perjanjian pranikah hanya membahas tentang harta gono-gini. Boleh juga kalau ada yang mulai membuat perjanjian pranikah yang membahas tentang perilaku suami kepada istri dan sebaliknya. Jadi ketika ada praktik kekerasan dalam rumah tangga misalnya, itu adalah hasil dari kesepakatan kedua belah pihak. No drama.

Selain itu, perjanjian pranikah semacam itu penting supaya perempuan tak begini-begini amat. Sedih.

***

2 thoughts on “Perilaku Christian Grey dan Hubungannya dengan Perjanjian Pranikah

  1. Petronela Putri says:

    Aku suka postingan mbok yang ini. Serius tapi nggak menggurui. Dan nggak nyolot #emaapgimana

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s