“We notice e-book readers, we don’t notice books.” –Douglas Adams
Siapa yang belum tahu mengenai buku elektronik atau yang beken dikenal dengan sebutan e-book? Rasanya semua orang sudah pernah mendengar tentang e-book, ya. Nah, kalau sudah kenal, apakah kalian sudah mulai sayang? Atau jangan-jangan, banyak di antara kalian yang justru lebih terbiasa membaca e-book dibandingkan dengan buku cetak? Wow!
Saya pribadi, pertama kali tergerak untuk mencoba membaca e-book adalah karena Gramediana (yang sudah lebur itu). Setelah itu, bergeser ke SCOOP. Dan yang paling baru, Google Play Books. Meski membaca e-book dapat dilakukan menggunakan berbagai perangkat, saya belum membaca e-book sesering/sebanyak membaca buku cetak. Tetapi semakin lama, saya mulai bisa menikmati. Sempat berpikir juga, buku apa ya yang sebaiknya dibeli-baca dalam versi e-book (karena buku-buku tertentu, tidak boleh tidak, harus dimiliki versi cetaknya)? Kalau saya tanyakan ke orang-orang yang gemar membaca e-book, pasti jawabannya akan beragam.
Nah, bagi kamu yang ingin mulai membaca e-book tapi bingung hendak memulai dari mana, berikut saya buatkan daftar jenis-jenis buku untuk dibaca versi elektroniknya menurut pengalaman saya. Semoga bisa memberi pandangan lain.
1. Buku puisi
Sama halnya dengan buku cetak, membaca buku versi elektronik juga bisa melelahkan, untuk itu bagi yang belum terbiasa, bisa memulai dengan buku puisi. Alasan utamanya karena buku puisi, bagi saya, tidak untuk dibaca dalam sekali duduk. Puisi merupakan jenis bacaan yang mengharapkan orang untuk diam dan merenungi setiap kata. Membaca sebuah buku puisi bisa menghabiskan waktu yang lama. Selain itu, kalau kalian suka membaca twit puisi di Twitter, maka seharusnya kalian tidak akan kesulitan membaca buku puisi versi elektronik. Sama-sama berhadapan dengan layar, kan. Beberapa buku puisi yang saya baca dalam versi elektroniknya adalah Cinta dan Kesialan-Kesialan (Lang Leav), dan Kawitan (Ni Made Purnama Sari).
2. Kumpulan cerpen
Dengan alasan yang kurang lebih sama dengan buku puisi, buku kumpulan cerpen (kumcer) juga merupakan pilihan tepat untuk mulai membiasakan diri dengan e-book. Satu cerpen pada satu waktu, lalu baca satu lagi di lain waktu. Rasanya ini bisa menjadi ‘latihan’ yang menyenangkan. Kumcer versi elektronik yang saya punya: Hanya Kamu yang Tahu Berapa Lama Lagi Aku Harus Menunggu (Norman Erikson Pasaribu), Mata yang Enak Dipandang (Ahmad Tohari), Tentang Kita (Reda Gaudiamo).
3. Buku yang tidak terlalu tebal
Ketika kita membaca buku cetak, berapa jauh yang telah kita baca akan terlihat dari letak pembatas buku. Apakah kita masih berada di tengah-tengah buku atau sudah menjelang akhir? Mengetahui sisa halaman berdasarkan letak pembatas buku, bagi saya, dapat memberikan efek yang unik, yang tidak bisa didapat ketika membaca e-book (ya, iyalah). Saya pernah membaca e-book yang cukup tebal, dan merasa tidak sabaran untuk mencapai akhir. Bukannya tekun membaca, saya malah tidak melanjutkan membaca. Ada perasaan tidak aman jika tidak mengetahui sejauh mana perjalanan kita ketika membaca sebuah buku. Sejak itu, salah satu kriteria saya memutuskan membeli buku versi elektronik adalah buku yang tidak terlalu tebal. Mencari Cinderella (Finding Cinderella – Colleen Hoover) hanya terdiri dari 198 halaman, Siddharta (Herman Hesse) terdiri dari 168 halaman, Api Awan Asap (Korrie Layun Rampan) hanya 164 halaman.
4. Buku dari penulis favorit tapi bukan karya unggulannya
Untuk penulis tertentu, semua karyanya memang ingin saya koleksi dalam bentuk buku cetak (lebih bagus lagi kalau ada versi hardcover). Namun untuk beberapa penulis lain, saya hanya koleksi karya-karyanya yang sangat saya suka. Biasanya ini hasil dari meminta pendapat teman dan membaca-baca ulasan dari pembaca yang juga menyukai penulis tersebut. Lalu bagaimana dengan karya mereka yang tidak dinilai bagus tetapi, karena satu dan lain hal, tetap penasaran (dan ingin) menilai sendiri? Yup, baca versi elektroniknya.
5. Buku untuk coba-coba selera
Berhubung saya termasuk orang yang gampang terpengaruh apalagi sejak aktif mengikuti berita-berita dari penerbit atau penulis mengenai buku-buku, maka seringkali saya merasa penasaran dengan karya penulis yang sebelumnya tak pernah saya baca. Apalagi kalau ada teman yang bilang bahwa karya penulis A layak baca. Dalam rangka coba-coba inilah, saya memilih untuk baca versi elektronik. Di kelompok ini ada Dil3ma (Mia Arsyad), Episode Para Lajang (Shandy Tan), Gema Sebuah Hati (Marga T), dan Tanjung Luka (Benny Arnas).
6. Majalah
Ada dua majalah yang selalu saya baca tiap bulan, yaitu Cosmopolitan dan Cinemags. Untuk Cosmopolitan, sejujurnya, barangkali hanya 40% dari keseluruhan isinya yang benar-benar saya baca (karena 60%-nya iklan). Ingin nggak usah baca, tapi merupakan hiburan juga. Jadi daripada menumpuk majalah fisik, ya baca saja versi elektroniknya.
*
Nah, bagi yang sudah terbiasa, buku-buku seperti apa sih yang kamu pilih untuk dibaca dalam versi elektroniknya? Yuk, berbagi pengalaman.
***
Wuaah terimakasih nih sharing tulisannya. Udah lama sekali saya ga buka WP. Salam kenal.ya.. sepertinya musti rajin blog walking lg nih
Kalau kata Warung_Blogger, blog walking bisa menambah keakraban, menambah pengetahuan, menambah ide nulis dll. 😀
Bener banget.. saya baru mau mulai blogwalking nih
Sepertinya keywordnya adalah read your passion and not thick enough at the first. Terima kasih. Sepertinya perubahan jaman memang tak bisa dibendung. Manusia yang harus adaptasi. Kalau tidak, mungkin akan tergilas jaman. Termasuk soal baca membaca ini
Kalo saya sih, masih belum terbiasa membaca buku versi digital. Bagaimanapun juga, bau kertas punya daya magisnya sendiri. Ya walupun makan tempat sih, buat buku-buku cetak yang kita beli.
Semenjak akhir tahun 2017 aku lebih sering baca via Ijakarta sama Ipusnas. Lumayan banyak yang sudah kubaca dan bagus-bagus. 😍😍😍
Awal mula saya mulai sering baca ebook itu saat diminta tolong untuk mengajar siswa-siswi smk kesehatan di daerah sangat terpencil. Karena tak ada referensi lain, terpaksa saya ambil materi dari ebook yang saya bawa di tablet, haha
Langkah awal yang bagus. Kadang e-book justru lebih praktis daripada buku fisik dalam hal keterbatasan ketersediaan di daerah yang bukan kota besar. Tablet dan koneksi internet lebih mudah daripada, misalnya, perjalanan jauh ke toko buku.