Serba-serbi Menulis Memoar

Procrastinator lvl:

Pada Festival Pembaca Indonesia (Indonesia Readers Festival – IRF) yang diadakan di Museum Nasional tanggal 6 – 7 Desember 2014 lalu (iya, 2014!), saya berkesempatan mengikuti Workshop Menulis Memoar dengan narasumber Sundea (@salamatahari) dan Windy Ariestanty.

Berhubung lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, maka berikut ini adalah cara menulis memoar yang berhasil saya petik dari workshop tersebut, disajikan berupa rangkuman dari sesi tanya jawab. Semoga bermanfaat.

*

Apakah memoar harus inspiratif?
Sundea (S): Otomatis.
Windy (W): Inspiratif tidak harus diceritakan secara serius. Kadang kejadian-kejadian sederhana bisa bikin kita berkaca.

Apakah memoar harus menceritakan orang terkenal?
S: Tidak harus.
W: Tidak harus.

Apakah memoar harus menggunakan bahasa yang kaku?
S: Tidak. Bisa pakai bahasa sehari-hari.
W: Aku lebih memilih menggunakan kata-kata sederhana. Menulis kalimat yang bagus, tidak berarti bisa bercerita secara bagus.

Bagaimana cara melatih sudut pandang (untuk menceritakan sesuatu secara berbeda)?
S: Latihan terus. Kadang saya menceritakan si A dari sisi sepatunya. Dari sisi kakinya, kanan kiri saling mengobrol
W: Latihan. Setiap lihat sesuatu, ceritakan. Latihan lain: deskripsikan sesuatu tanpa menyebut sesuatu tersebut. Misal bercerita tentang air tanpa menggunakan kata ‘air’.

Seberapa akurat informasi yang harus ditampilkan dalam memoar mengingat memoar adalah kisah nyata?
S: Untuk penyakit, misalnya. Atau orang-orang yang berpengaruh dalam hidup si tokoh, tentu itu harus akurat. Tetapi untuk, misal, warna mobil yang lewat ketika dia duduk di pinggir jalan, boleh saja nggak akurat. Gunakan keterangan semacam itu untuk mendukung cerita.
W: Setuju. Jangan ribetkan diri dengan hal-hal yang tidak berhubungan dengan cerita. Ketika narasumber tidak ingat suatu kejadian, cari orang lain yang kenal si tokoh sekaligus paham dengan apa yang si tokoh lupakan. Akui (hal-hal yang tidak seratus persen sama dengan kenyataan ketika itu). Misalnya gunakan kalimat, “Dengan ingatan yang samar, bangunan tersebut memiliki ….dst.”

Apakah perlu menambahkan deskripsi yang tidak benar-benar terjadi tetapi membantu penceritaan kisah?
W: Tidak. Karena saya menulis apa yang terjadi. Saya memotret, merekam, agar saya mengingat dengan baik kondisi ketika percakapan (wawancara) terjadi.
S: Asal jangan sampai mengganggu cerita (utama).

Nilai-nilai (prinsip) dalam memoar yang sifatnya musiman, bagaimana kalau tidak relevan lagi ketika dibaca bertahun-tahun kemudian, alias basi?
W: Mungkin (ada hal-hal yang akan basi), biasanya terkait human interest. Tetapi, sebenarnya nilai-nilai manusia itu lekang. Berlaku universal. Bisa dibaca kapan saja, yang berbeda adalah sudut pandang/kesan yang didapat pembaca (yang beda zaman).
S: Nggak masalah. Beda zaman pun tetap masih bisa dinikmati. Tetap menarik. Sejarah itu selalu menarik.

Apabila satu tokoh dibuatkan lebih dari satu memoar, apakah semuanya harus saling terkait?
W: Sangat mungkin memoar yang satu beririsan dengan memoar yang berikutnya.
S: Boleh dua-duanya. Mau dibuat berdiri sendiri atau dari awal direncanakan untuk dibuat sekuel. Terserah penulis.

Apa bedanya novel dengan memoar?
W: Fiksi vs non-fiksi. Kita meminjam teknik menulis novel untuk menulis memoar.
S: Memoar, tokoh yang diceritakan hanya satu. Sedangkan kalau novel, tokohnya bisa banyak.

Kenapa (mau) menulis memoar? Apa yang didapat dari menulis memoar?
W: Saya menulis memoar karena saya suka mengamati manusia. Ketika zaman kuliah, saya kenal feature dan saya suka. Hal itu  juga yang membuat saya ingin menulis dengan baik. Seandainya kamu menulis memoar, kamu harus belajar menulis personal essay, supaya pandai melihat adegan-adegan. (Dari menulis memoar ) Saya dapat banyak: pengalaman, insight. Kisah orang lain banyak yang inspiratif.
S: Saya suka human interest. Basisnya memang suka (menulis memoar). Dapat pengalaman, berharga banget.

Apa yang dilakukan ketika stuck (menulis)?
W: Kalau stuck, saya menarik diri sejenak. Menjauh, main, menulis yang lain dulu. Menulis yang lain bertujuan supaya ‘mesin (menulis)’ saya tetap panas.
S: Nggak pernah memaksakan sesuatu. Kalau lelah ya berhenti dulu. Dari writer’s block ke writer’s belok. Juga untuk mengubah suasana, kadang wawancara pun dalam bentuk berenang bareng.

Adakah tip-tip ketika melakukan wawancara?
W: Bawa alat perekam juga blocknote. Menulis itu memperpanjang daya ingat. Buat daftar pertanyaan yang telah disesuaikan dengan plot yang sudah disiapkan dari awal. Dari sekian banyak pertanyaan dan jawaban, kita pilih mana yang hendak kita sampaikan. Ibarat membuka kulkas, kamu punya semua bahan terbaik untuk memasak satu masakan. Tetapi tak mungkin pakai semua bahan untuk memasak satu masakan itu. Menulis adalah tentang memilih.
S: Setting-nya kayak ngobrol saja. Ibaratnya, ketika pengin kenal dengan seseorang, pertanyaan apa yang akan kita sampaikan. Memilih data harus selektif, tapi apabila ketika wawancara ternyata (ngobrolnya) ngalor ngidul, itu juga oke.

*

Terakhir, salah satu materi yang sempat saya catat pada workshop tersebut adalah lima tips menulis memoar:

1. Buatlah memoar bukan autobiografi (sehingga bisa banyak memoar)
2. Buatlah diagram hidup
3. Jangan memulai cerita dari awal
4. Gunakan semua panca indera
5. Latihlah oto-menulis (karena kadang kita merasa kelelahan dan merasa tidak bisa melanjutkan menulis)

***

Perilaku Christian Grey dan Hubungannya dengan Perjanjian Pranikah

Sudahlah masalah cinta-cintaan yang sangat standar, karena yang lebih menarik perhatian saya ketika membaca novel Fifty Shades of Grey adalah perihal perjanjian antara Dominant (pihak penyewa, dalam hal ini adalah Christian Grey) dan Submissive (pihak yang disewa, dalam hal ini Anastasia Steele). Yup, Mr. Grey ini senang menyewa perempuan untuk dijadikan objek eksperimen ketika berhubungan seks. Satu perempuan, satu kontrak, jangka waktu tiga bulan. Kesenangan inilah yang membuat Christian hendak menjadikan Anastasia sebagai perempuan sewaan keenambelas.

“The fundamental purpose of this contract is to allow the Submissive to explore her sensuality and her limits safely, with due respect and regard for her needs, her limits, and her well-being.” –Fifty Shades of Grey

Sejak awal novel, Christian memang dengan blak-blakan meminta Anastasia untuk menjadi Submissive sembari menyodorkan konsep surat perjanjian yang berisi hak dan kewajiban kedua belah pihak, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan Dominant kepada Submissive. Submissive juga punya hak untuk menentukan kapan ia mau atau tidak mau diperlakukan dengan cara tertentu. Dan apabila Submissive berkata tidak, maka Dominant berkewajiban untuk menghentikan keinginannya. Selain hak dan kewajiban, perihal sanksi juga dijabarkan. Submissive dilarang melanggar isi kontrak, karena ada hukuman yang akan ditimpakan kepadanya. Jenis hukuman ditentukan sepenuhnya oleh Dominant.

Poin-poin dalam perjanjian tersebut, selain membahas hal-hal terkait kegiatan ketika berhubungan seks, juga memuat kehendak Dominant untuk memastikan bahwa Submissive selalu berada dalam kondisi prima. Untuk itu, Submissive berkewajiban menjaga kesehatan dengan memakan hanya makanan yang telah ditentukan, tidur minimal 8 jam sehari (yang kemudian dinegosiasi oleh Anastasia menjadi 6 jam), olahraga rutin empat kali seminggu (dinegosiasi menjadi tiga kali dalam seminggu), pemeriksaan kesehatan secara rutin, dan sebagainya.

Pada akhirnya, prostitusi bermartabat yang dipraktikkan oleh Christian memiliki dasar hukum yang harus ditaati. Dan karena isi perjanjian yang ditandatangani merupakan hasil dari proses negosiasi, maka dapat dipastikan tidak ada pihak yang dirugikan.

Barangkali bisnis prostitusi along with feminism issue harus mencontoh cara-cara Christian. Sebelum seseorang menggunakan jasa Pekerja Seks Komersial (PSK) misalnya, harus ada perjanjian tertulis mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh kedua pihak. Bila terjadi pelanggaran, maka ada sanksi yang dikenakan.

Bagaimana bila dibuat perjanjian bahwa sebelum bertransaksi, kedua belah pihak, misalnya, harus berada dalam keadaan bersih dan wangi? Bisa saja karena bau badan, salah satu pihak merasa tidak nyaman, lalu menyindir/mengejek lawannya, lalu pihak lawan tersinggung dan membunuh si penyindir. Bisa terjadi, kan?

Nikmat tak didapat, bui jadi akhirat.

Jadi, sebelum mau dipakai jasanya, membuat perjanjian tertulis rasanya bukan ide buruk. You know, just in case.

Apa?

Kalian bilang apa? Pernikahan?

Ya ya ya, mungkin dalam pernikahan juga perlu dibuat perjanjian. Biasanya, perjanjian pranikah hanya membahas tentang harta gono-gini. Boleh juga kalau ada yang mulai membuat perjanjian pranikah yang membahas tentang perilaku suami kepada istri dan sebaliknya. Jadi ketika ada praktik kekerasan dalam rumah tangga misalnya, itu adalah hasil dari kesepakatan kedua belah pihak. No drama.

Selain itu, perjanjian pranikah semacam itu penting supaya perempuan tak begini-begini amat. Sedih.

***

#HilangnyaMaryam dan Perkara-Perkara Lain

Tanggal 24 Januari 2016 merupakan momen yang harus tercatat dalam sejarah kepenulisan saya. Satu lagi kumpulan cerpen, kami terbitkan dan berakhir sebagai wadah untuk mendulang donasi. Nilainya barangkali tidak seberapa, tetapi kesungguhan dan sukacita yang terlewati selama proses penulisan hingga terbitnya kumcer ini, menjadi kenangan tersendiri bagi masing-masing kami.

CZciBrPUYAAApsg

*

Bertempat di Jung Coffee di kawasan Rawamangun, ada sekitar 40 orang yang turut besenang-senang merayakan lahirnya kumcer berjudul Hilangnya Maryam dan Perkara-Perkara Lain (#HilangnyaMaryam). Acara yang didukung oleh Travelio, Scoop, Bookaholicfund, dan Uluwala berlangsung selama kurang lebih dua jam, dengan @unidzalika sebagai yang mengomandoi acara.

CZdzi7LUEAA_vbZ

@edoy___ membacakan puisi sebagai jawaban atas cerpen karya @cappucinored


CZioh0uUMAAhxED

Terima kasih, Travelio atas dukungannya.


CZipNeKVAAAEbm7

Terima kasih, Scoop atas dukungannya.


CZikUtHUMAEid7e

Terima kasih kepada semua yang telah membantu dan hadir untuk meramaikan. ❤

*

Btw, #HilangnyaMaryam ini merupakan proyek yang mengambil tema: perempuan, dipadukan dengan warna tertentu yang mewakili sikap/sifat masing-masing tokohnya. Tentunya semua tokoh utama di setiap cerpen adalah perempuan.

Aneka permasalahan perempuan yang diungkap di kumcer ini akan membuat kita menyadari betapa perempuan adalah makhluk yang rumit dan susah dimengerti. Kadang banyak hal hanya berakhir di kepala mereka, sehingga sedikit sekali yang memahami maksud mereka lalu si perempuan marah-marah karena merasa tidak dimengerti.

“Cerpen saya sendiri mewakili warna ungu, menggambarkan seorang perempuan yang lebih dominan di keluarga khususnya terkait penghasilan. Permasalahan menjadi semakin rumit karena si suami, bukannya ikut membantu bekerja keras, tetapi malah asyik berjudi. Bagaimana Luh bertahan dalam situasi seperti itu?”

CaBNVCnVIAI1AkY

*

Setelah membedah kasus #HilangnyaMaryam selama dua jam, tiba saatnya untuk duduk santai menikmati sore bersama para penulis, ditemani secangkir macchiato bikinan Jung Coffee. Pahitnya pas. Sesuai selera saya. Next time saya ke sana, pastinya akan pesan macchiato lagi. Tetapi bagi penyuka kopi hitam, Jung Coffee punya berbagai jenis kopi. Mulai Gayo sampai Toraja. Komplit. Dengan berbagai cara penyajian. Kalau mau, kalian juga bisa belajar banyak tentang kopi di sana. Ngobrol saja sama pengelolanya. Mereka ramah, kok.

CZd1xkuUsAEsG19

IMG_7895

***

NB:
Apa kalian pernah melihat Maryam? Atau kalian tahu ke mana #HilangnyaMaryam? Beritahu kami melalui blogpost dengan syarat dan ketentuan di blogging competition: #HilangnyaMaryam ini.  Ada imbalan menarik bagi yang berhasil menemukan Maryam!