Antara Saya dan Lan Fang

20140723-095716-35836419.jpg

Barangkali karena saya hanya ingin mengikuti tren, atau barangkali saya hanyalah orang yang tidak mudah merasa puas. Ini berkaitan dengan banyaknya orang –yaitu orang-orang yang pendapatnya saya percaya– yang bilang bahwa Lan Fang adalah salah satu penulis (sastra) yang (tulisannya) bagus. Tapi pengalaman pertama saya membaca karyanya –waktu itu saya membaca Ciuman di Bawah Hujan– tidaklah terlalu menyenangkan.

Ciuman di Bawah Hujan temponya lambat. Dengan akhir cerita yang bagi saya menggantung. Dan itu sangat mengganggu. Seolah-olah, ‘Buat apa saya membaca buku ini dari awal kalau akhirnya seperti ini? Rugi.’ Apa ada hubungannya dengan, bahwa Ciuman di Bawah Hujan dulunya adalah cerita bersambung di salah satu majalah? Atau tidak berhubungan? Entahlah.

Dan, begitulah.

Tapi ternyata saya belum kapok juga. Ketika di sebuah bazar buku saya menemukan Sonata Musim Kelima, tanpa pikir panjang saya ambil dan saya bawa ke kasir. Saya baca buku tersebut dengan harapan buku ini bisa membuat saya menyukai Lan Fang. Membuat saya bisa melihat dan merasakan bagusnya Lan Fang seperti yang orang lain rasakan. *pantang menyerah*

Dari sekian cerita yang ditampilkan –Sonata Musim Kelima adalah kumpulan cerpen–saya hanya menikmati setengahnya saja. Di antara cerpen-cerpen yang saya nikmati, ada satu dua cerpen yang saya sangat suka.

Ekspektasi saya cukup terpenuhi. Walaupun saya belum bisa bilang bahwa gaya menulis Lan Fang sudah sesuai dengan selera saya. *ribet*

Lalu di sebuah bazar buku yang lain, saya menemukan Lelakon. Sebuah novel. Terpengaruh harapan saya untuk bisa menyukai karyanya, lagi-lagi saya ambil Lelakon dan saya bawa ke kasir. Saya buka halaman demi halaman dan rasa-rasanya saya mulai menyukai Lan Fang.

Dari sekian halaman pertama yang sudah saya baca, Lelakon bercerita tentang seorang perempuan yang terjerat utang. Lalu ada seorang tukang tagih yang mendatanginya. Suruhan orang yang dipinjami uang. Acara tagih-menagih utang tersebut lalu berakhir menjadi obrolan hangat seperti antara dua orang sahabat.

Harapan saya meninggi.

Halaman demi halaman berlanjut dan perasaan saya berubah lagi. Lelakon tidak begitu ‘masuk’ ke dalam selera saya. Cerita melompat dari satu tokoh ke tokoh lain. Jauh. Lalu kembali ke tokoh pertama, dan pergi lagi. Ditambah perumpamaan-perumpamaan yang tidak sampai di otak saya. Absurd. Rasanya, lebih baik baca cerita yang jelas-jelas surealis daripada cerita realis tapi maknanya tidak bisa saya tangkap. Uh.

Saya menutup halaman terakhir Lelakon dengan biasa saja. Cenderung kesal.

Ada seorang teman bilang, bahwa Lelakon itu sinting. Tentu sinting dalam arti yang positif. Sinting yang tidak bisa saya rasakan juga.

Mengapa membaca karya-karya seseorang bisa membuat saya kesal? Lebih parahnya, kesal karena tidak menyukai karyanya–padahal saya begitu ingin suka?!

Lelah juga. Dan seiring usaha saya yang belum mencapai akhir, saya masih ingin menyukai Lan Fang. Perempuan Kembang Jepun, mungkin?!

Oh, Tuhan.

Ini bukan untuk menjelek-jelekkan tulisan Lan Fang yang banyak disukai, ya. Melainkan untuk mengomentari ekspektasi saya. Ibaratnya kamu dijodohkan dengan seseorang dan kamu menerimanya. Dengan harapan, waktu bisa menumbuhkan cinta. Setelah kamu jalani, ternyata tak ada cukup hal baik pada orang tersebut yang bisa membuat kamu mencintainya. Tetapi kamu terus berada dalam hubungan tersebut hanya karena banyak orang bilang, “Wah, kalian serasi banget!”

Tak ada yang tahu bahwa kasih itu belum muncul meski kamu ingin. Tak ada yang tahu betapa kamu menjalani hubungan tersebut dengan perasaan….geregetan?!

Saya tak pandai beranalogi, tapi barangkali yang barusan cukup mewakili.

Ya, anggap saja seperti itu.

:))

3 thoughts on “Antara Saya dan Lan Fang

  1. Bellanissa Brilia Zoditama says:

    udah boleh eaaa-in belum. aku sih termasuk orang yang menikmati lan fang, walaupun baru baca perempuan kembang jepun sama ciuman di bawah hujan.

    mungkin, ya, mungkin nih, wi, kita punya selera mirip. aku juga suka sebel sama cerita yang menggantung dan gak jelas, cuma anehnya aku suka sama lan fang, kamu kok nggak ya? *eh ini maksudnya gimana.

    Jangan pantang menyerah wi. siapa tau nanti berhasil. šŸ˜›

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s